Kamis, 23 Juni 2016

Apa yang Perlu Diketahui soal Brexit?

 
Apa yang Perlu Diketahui soal Brexit?  
Ilustrasi (Wikimedia)
 
Jakarta, CB -- Inggris akan menggelar referendum untuk memutuskan apakah keluar atau tetap berada di Uni Eropa (UE). Referendum yang populer disebut Brexit atau British Exit ini akan menentukan nasib perekonomian dan kondisi masyarakat Inggris ke depan.

Berikut adalah berbagai pertanyaan soal Brexit dan latar belakang diselenggarakannya referendum yang membagi Inggris menjadi dua kubu ini, dikutip dari berbagai sumber.

Apa yang terjadi?

Referendum akan dilakukan pada Kamis, 23 Juni 2016, waktu setempat. Seluruh warga Inggris yang berusia di atas 18 tahun bisa memberikan suara "ya" atau "tidak". Kubu mana pun yang mendapatkan lebih dari setengah suara akan memenangkan referendum.

Mengapa diadakan?

Independent menuliskan, referendum Brexit adalah janji Perdana Menteri David Cameron jika dia terpilih kembali pada pemilu 2015, menyusul desakan dari anggota partainya sendiri, Partai Konservatif, dan partai sayap kanan anti-imigrasi Inggris, UKIP, yang mengatakan rakyat Inggris tidak pernah lagi menyampaikan aspirasi secara langsung sejak tahun 1975. Kala itu, Inggris dalam referendum menyatakan tetap ingin bergabung dengan Uni Eropa.

Sejak referendum terakhir 41 tahun lalu, Uni Eropa telah berubah drastis. Dari Komunitas Ekonomi Eropa yang hanya mengurusi perekonomian dan pasar tunggal dengan sembilan anggota, menjadi perserikatan besar beranggotakan 28 negara yang mengatur hampir seluruh lini kebijakan negara-negara Eropa.

Menurut pendukung Brexit, Uni Eropa dengan lebih dari 500 juta populasinya telah berubah menjadi serikat politik, dan memiliki pengaruh yang sangat besar, bahkan melampaui kebijakan parlemen negara anggotanya.

Pendukung Uni Eropa mengatakan keanggotaan Inggris di Pasar Tunggal Eropa menyelamatkan perekonomian mereka selama hampir 20 tahun, terutama saat pemerintahan Tony Blair dan Gordon Brown dari Partai Buruh dan saat terjadi krisis ekonomi tahun 2008.

Keluarnya Inggris dari UE, ujar pendukung keanggotaan, akan menutup pasar bebas di Eropa dan membawa negara ini ke dalam krisis ekonomi, berujung pada pemotongan tenaga kerja, hilangnya pekerjaan dan ketidakpastian finansial.

 
Bendera Inggris terlihat di bangunan di Warsawa sebagai dukungan agar Inggris tak keluar dari Uni Eropa. (Reuters/Kacper Pempel)

Hubungan dengan imigrasi?

Brexit juga muncul akibat keresahan masyarakat Inggris soal imigran eropa. Sejak perluasan keanggotaan UE dengan masuknya negara-negara Eropa Timur tahun 2004, aliran imigran Eropa ke Inggris semakin deras.

Imigran pekerja seperti para tukang ledeng dari Polandia, pekerja konstruksi, pelayan dan staf bar awalnya disambut dengan baik, namun sejak krisis 2008, standar kehidupan masyarakat menurun dan keresahan mulai muncul terkait imigran asing.

UKIP mengatakan, keanggotaan di Uni Eropa membuat Inggris dibanjiri imigran yang tidak berguna. Jika keluar dari UE, UKIP mengajukan kebijakan imigran yang meniru Australia.

Dengan kebijakan serupa Australia, Inggris hanya menerima orang-orang asing berkemampuan khusus yang memang dibutuhkan negara itu. Australia contohnya, menerima chef, mekanik, arsitek, dan perawat, karena negara kekurangan tenaga terampil di bidang tersebut.

Sementara pendukung keanggotaan UE mengatakan laju imigran tidak akan pernah berhenti atau berkurang ke Inggris.

Siapa tokoh di balik Brexit?

PM Inggris David Cameron dan sebagian besar anggota partai Konservatif di pemerintah yang mendukung kampanye keanggotaan di UE. Termasuk yang mendukung adalah para mantan perdana menteri Inggris dari berbagai partai.

Tokoh utama kubu Brexit, yang menolak keanggotaan di UE, adalah Michael Gove, menteri kehakiman Inggris, dan Boris Johnson, mantan walikota London. Hampir setengah anggota dewan dari Partai Konservatif juga mendukung kubu ini.

Partai-partai sayap kanan anti-imigran seperti Britain First dan UKIP yang dipimpin Nigel Farage adalah pendukung ekstrem keluarnya Inggris dari UE.

 
Persoalan imigran juga menjadi salah satu motivasi kuat bagi mereka yang mendukung Inggris keluar dari Uni Eropa. (Reuters/ascal Rossignol)
Kubu mana yang akan menang?

Tiga survei terakhir soal isu ini pada Sabtu pekan lalu menunjukkan hasil referendum masih menggantung.

Survei YouGov menunjukkan kubu "tetap pada UE" hanya unggul 1 persen, yaitu 44 persen, dari kubu "keluar dari UE."

Bursa judi untuk referendum juga ramai di Inggris. Berbagai situs judi negara itu menunjukkan taruhan untuk "tetap pada UE" lebih besar ketimbang Brexit.

Apa yang akan terjadi setelah Brexit?

Jika referendum memutuskan untuk tetap bersama UE, maka Inggris akan melanjutkan kebijakan semula, tanpa ada perubahan.

Namun jika referendum menyatakan Inggris keluar dari UE, maka kemungkinan besar Cameron akan mundur. Johnson telah menyiratkan rencana untuk maju menjadi PM.

Dari sisi ekonomi, nilai mata uang Inggris diprediksi akan anjlok dan harga saham menurun jika keluar dari UE, mengakibatkan Bank of England meningkatkan nilai suku bunga.

Namun butuh prosedur selama dua tahun hingga Inggris benar-benar keluar dari UE, berdasarkan Traktat Pasal 50. Selama dua tahun itu, Inggris masih akan melanjutkan kebijakan Eropa dan mengatur kerja sama pasca UE.

Dalam jangka waktu dua tahun, perdebatan beralih kepada 27 negara anggota UE lainnya, soal keluarnya Inggris dari serikat tersebut.





Credit  CNN Indonesia