Senin, 27 Juni 2016

Jangan Sampai Indonesia Terkesan Jadi Sasaran Empuk Penyandera


Penyanderaan (Foto: Ilustrasi)
Penyanderaan (Foto: Ilustrasi)

JAKARTA - Kapal TB Charles 001 yang membawa 13 anak buah kapal (ABK) yang semuanya warga negara Indonesia (WNI), pada Rabu 22 Juni 2016 dibajak kelompok bersenjata di Perairan Filipina.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan, dengan terulangnya penyanderaan kapal, maka harus disikapi secara bijak oleh pemerintah.
 "Terulangnya penyanderaan kapal berbendera dan awak warga negara Indonesia harus disikapi sejak bijak oleh pemerintah. Pemerintah tentu harus hadir dalam proses pembebasan sandera," kata Hikmahanto kepada Okezone, Senin (27/6/2016).
Namun, sambung Hikmahanto, bukan hanya pemerintah saja yang harus berperan aktif dalam kasus tersebut. Melainkan para bawahan yang mempunyai tugas terkait juga harus ikut menyelesaikan masalah penyanderaan itu.
"Tidak harus Presiden, Menteri Luar Negeri, Menteri Pertahanan, Panglima TNI, dan Kapolri yang harus turun tangan," ujarnya.

Menurut Hikmahanto, perusahaan pengelola kapal dan ABK juga harus terlibat, kendati telah ada permintaan dan imbauan dari pemerintah untuk tidak melalui jalur tersebut.
Ketika pemerintah langsung menebus para tersandera, maka hal itu dapat menjadi alat kesengajaan bagi pembajak untuk mendapatkan uang. Ia pun mengingatkan pemerintah agar bisa mengubah kesan Indonesia menjadi sasaran empuk para pembajak.
"Upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah menjauhkan kesan dari para pembajak agar yang berbau Indonesia untuk menjadi sasaran empuk motif ekonomi para penyandera atau pembajak," tandasnya.
Sementara itu, enam korban yang selamat dari penyanderaan telah tiba di Pelabuhan Semayag, Balikpapan, Sabtu 25 Juni 2016 sekira pukul 09.30 WITA.


Credit  Okezone