Nelayan menyiapkan jala sebelum melaut di
Pantai Tanjung Pasir, Kab Tangerang, Banten, Selasa 11 November 2014.
(CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Menurutnya dalam Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957 memang dinyatakan bahwa Indonesia adalah negara archipelago. Makna archipelago di sini harus diluruskan. "Archipelago harus kita maknai sebagai laut yang ditaburi oleh pulau-pulau," kata Enjat. Bukan sebaliknya kepulauan yang memiliki laut yang luas.
Dengan mengubah pola pikir tersebut, masyarakat akan lebih memperhatikan laut. Apalagi jika dilihat kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari 75 persen kawasan laut.
Karena itu Enjat menganggap laut harus jadi penopang kehidupan rakyat. Karena itu Enjat menyayangkan Indonesia belum mengoptimalkan potensi laut selama ini. Melihat kesadaran rakyat yang lemah akan potensi laut, Enjat khawatir Indonesia akan terus terpuruk.
Tidak pedulinya rakyat Indonesia pada lautan menurut Enjat berawal pada penjajahan saat Perjanjian Bongaya pada 1667 ditandatangani. Salah satu butir kesepakatan tersebut menyatakan bahwa rakyat Makassar tidak boleh berlayar tanpa izin dari Komandan Belanda. Isi perjanjian itu dinilai Enjat membuat masyarakat Indonesia dijauhkan dari laut oleh pemerintah kolonial.
Alhasil kawasan pesisir sejak saat itu dikuasai oleh penjajah. Masyarakat Makassar khususnya hanya mengandalkan hasil bumi. Padahal laut memegang peranan penting sebagai jalur pelayaran.
Ditanyakan mengenai upaya pemerintah untuk kembali menyadarkan masyarakat, Enjat mengaku pendidikan menjadi salah satu poros utama. "Kami telah mengimbau para guru untuk menyampaikan dalam pelajaran secara tematik bahwa laut adalah topangan kita," kata Enjat.
Credit CNN Indonesia