Dengan anggaran pertahanan 2018 mencapai 1,1
triliun yuan atau setara Rp2.384 triliun, China semakin menjadi target
pantauan dunia yang ingin mengetahui niat strategis Beijing.
(Reuters/Stringer)
Media khusus pertahanan, Jane's, melaporkan bahwa pengumuman ini otomatis mengukuhkan posisi AS dan China di puncak daftar negara dengan anggaran pertahanan tertinggi, sementara Rusia kian terdepak jauh di bawah.
Menduduki posisi teratas, peningkatan drastis anggaran AS ini membuat total bujet pertahanan global mencapai rekor tertinggi sejak Perang Dingin, hingga menembus angka US$1,67 triliun.
Pada Februari lalu, Kementerian Pertahanan AS mengajukan anggaran pertahanan senilai $686 miliar atau setara Rp9.400 triliun kepada Kongres. Jika disetujui, anggaran tahun ini bisa jadi salah satu yang terbesar sepanjang sejarah AS.
Presiden Donald Trump menyatakan militer Amerika akan jadi yang paling kuat sepanjang masa, dengan "benar-benar menambah setiap persediaan senjata yang ada."
Ilustrasi. (Reuters/Kim Hong-Ji)
|
"Kompetisi kekuatan hebat, bukan terorisme, telah menjelma jadi tantangan utama bagi keamanan dan kesejahteraan AS," kata Wakil Menteri Pertahanan, David L Norquist.
Di dalam dokumen rencana anggaran itu pun tertulis, "Semakin jelas bahwa China dan Rusia ingin membentuk dunia konsisten dengan model otoriternya-memperoleh kewenangan veto terhadap keputusan ekonomi, diplomatik dan keamanan negara-negara lain."
|
Satu bulan berselang, tepatnya pada awal pekan ini, China mengumumkan peningkatan anggaran pertahanan terbesar dalam tiga tahun terakhir, menetapkan target pertumbuhan 8,1 persen dibanding 2017, mendorong program modernisasi militer ambisius negara tersebut.
Dengan anggaran pertahanan 2018 mencapai 1,1 triliun yuan atau setara Rp2.384 triliun, China semakin menjadi target pantauan dunia yang ingin mengetahui niat strategis Beijing karena negara tersebut tengah mengembangkan kemampuan militer baru, termasuk dengan jet tempur siluman, kapal induk, hingga peluru kendali anti-satelit.
Sementara China memamerkan kemampuan militer baru tersebut, Presiden Rusia, Vladimir Putin, menarik perhatian publik dengan mengatakan bahwa negaranya memiliki alutsista supersonik yang mencakup rudal hingga drone.
Meski demikian, anggaran pertahanan Rusia justru menurun dari US$47 triliun pada 2017 menjadi US$46 triliun di tahun 2018. Jane's melaporkan bahwa Rusia harus memangkas anggaran pertahanan itu di tengah sanksi dan dinamika perekonomian dalam negeri, terutama setelah mencaplok Crimea dari Ukraina.
Meski demikian, Leonid Bershidsky dalam opininya yang dimuat di Bloomberg mengatakan bahwa, "Rusia dapat menunjukkan kepada dunia cara menggunakan biaya pertahanan secara efisien dan lebih dari cukup, bahkan bersaing dengan pembangunan negaranya sendiri."
Credit cnnindonesia.com