Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Foto: AP Photo/Thibault Camus
Macron sempat menyatakan akan meninjau kembali cara pengawasan terhadap Islam.
CB,
PARIS -- Seorang perwakilan Muslim terkemuka asal Prancis mendesak
Presiden Prancis, Emmanuel Macron, untuk tidak ikut campur dalam
pengorganisasian Islam. Hal ini dikemukakan usai Macron mengatakan, ia
akan mencoba mendefinisikan kembali hubungan antara Islam dengan negara.
Dilansir di Reuters, Rabu (14/2), pemberontakan ini berasal
dari pemimpin sebuah organisasi yang didirikan 15 tahun lalu. Tujuannya,
meredam kekhawatiran tentang pengkhotbah radikal dan mendorong konteks
Islam yang lebih dapat menyesuaikan.
"Semua orang
harus tetap berpegang pada peranan mereka," ujar Presiden French Council
of the Muslim Faith (CFCM)/ Dewan Muslim Indonesia Prancis, Ahmet
Ogres, kepada Reuters.
Ogras menyebutkan, takdir
Muslim adalah agama, sehingga patut untuk mengurus urusan rumah
tangganya sendiri. "Hal terakhir yang Anda inginkan adalah negara
bertindak sebagai pelindung," ujar Ogras yang sudah memimpin CFCM sejak
pertengahan 2017.
Macron, yang terpilih pada Mei lalu,
mengatakan rencananya untuk meninjau kembali cara pengawasan terhadap
Islam. Rencana ini disampaikan Macron melalui sebuah wawancara di surat
kabar, pada Ahad (11/2) lalu.
"Apa yang ingin saya lakukan
di paruh pertama 2018 adalah membuat tanda pada keseluruhan cara Islam
diorganisir di Prancis. Prioritasnya, mengembalikan sekularisme apa
adanya," ucap Macron kepada Journal de Dimanche.
Secara
tradisional, Prancis adalah rumah bagi komunitas Yahudi dan Muslim
terbesar di Eropa.. Diperkirakan jumlah Muslim mencapai lima juta dari
total populasi 67 juta orang.
Aturan resminya, terjadi
pemisahan ketat antara agama dan negara dengan poin pertama dianggap
sebagai masalah pribadi. Aturan ini menjadi pembenaran dalam larangan
penggunaan jilbab oleh pegawai pelayanan publik dan juga mengenakan
penutup dari kepala hingga kaki di tempat umum.
Macron
telah mendapat tekanan untuk menghadapi para pengkhotbah dan masjid
radikal sejak gelombang serangan di mana militan membunuh lebih dari 230
orang di Prancis sejak 2015. Pencarian dan penangkapan darurat
diperkenalkan pada serangan November 2015, yang menewaskan 130an orang
di Paris. Kebijakan ini dibuat permanen di bawah undang-undang keamanan
yang ketat. Beberapa masjid ditutup dan para imam diusir.
Deklarasi
Macron pada Ahad lalu menunjukkan, dirinya sedang mempertimbangkan
reorganisasi mendalam mengenai iman Islam dan bagaimana para
pengkhotbahnya dididik.
Pada 2003, Nicolas Sarkozy,
merancang sebuah kesepakatan di antara kelompok Islam utama untuk
menciptakan CFCM. Konsepnya, meminta dewan untuk berbicara pada umat
Muslim seperti dengan cara French Bishops Conference berbicara pada
masyarakat Katolik maupun ketika Consistory berbicara untuk orang
Yahudi.
Credit
REPUBLIKA.CO.ID