Moskow (CB) - Pada 7 Februari pekan lalu terjadi
pertempuran yang disebut-sebut sebagai konfrontasi terbuka pertama
antara Amerika Serikat dan Rusia di Suriah di mana kedua negara membela
dua pihak yang saling bermusuhan di Suriah,
Konfrontasi ini menghebohkan karena merenggut banyak sekali nyawa orang Rusia yang semakin menguatkan dugaan adanya perang terselubung antara AS dan Rusia di Suriah.
Kantor berita Reuters kemudian menyelidiki sekitar peristiwa menghebohkan yang telah menciptakan dimensi baru dalam Perang Saudara Suriah yang sudah mencabik-cabik negeri Arab yang dibatasi Laut Tengah di bagian baratnya itu.
Berikut laporan bagian ketiga Reuters yang ditampilkan ANTARA News dalam tiga bagian.
Seorang pejabat Amerika yang meminta namanya tidak disebutkan mengatakan pekan lalu bahwa pasukan yang berafiliasi kepada Assad, didukung dengan artileri, tank, roket dan mortir, pada 7 Februari telah menyerang para pejuang Pasukan Demokratik Suriah (SDF) dukungan AS dekat Deir al-Zor.
Pasukan khusus AS yang mendampingi pasukan SDF ikut diserang, kata para pejabat Washington.
Koalisi pasukan SDF pimpinan AS di Suriah itu kemudian membalas menembak untuk menewaskan sekitar 100 anggota pasukan pro-Assad, kata sang pejabat AS.
Sejak pertempuran itu, rekan-rekan tentara bayaran atau para kontraktor militer Rusia itu menyatakan bahwa Rusia adalah bagian dari pasukan pro-Assad yang terlibat dalam pertempuran itu, dan juga termasuk dalam korban kontraofensif SDF itu.
Shabayev, si pemimpin Cossack, mengungkapkan jumlah korban begitu banyak karena mereka tidak mendapatkan payung serangan udara, dan karena diserang tidak hanya oleh pemberontak bersenjatakan alakadarnya yang selama ini musuh mereka sehari-hari, tetapi juga oleh pasukan berperalatan sangat lengkap yang bisa melancarkan serangan udara.
"Pertama serangan pesawat pembom, kemudian mereka sapu bersih dengan menggunakan Apaches (helikopter serbu buatan AS)," kata Shabayev mengutip para korban luka yang dia kunjungi di rumah sakit militer itu.
Sumber yang punya hubungan dengan Wagner mengungkapkan bahwa mereka memberita tahu dia bahwa pasukan yang diserang koalisi pimpinan AS itu adalah sebagian besar tentara bayaran Rusia yang mendapatkan dukungan serdadu Suriah dan Iran.
Dia mengungkapkan bahwa pada 7 Februari itu pasukannya merangsek maju ke Khusham di Provinsi Deir al-Zor, memasuki sebuah zona netral yang sudah disepakati militer Rusia dan koalisi pimpinan AS.
Tujuannya adalah menguji apakah koalisi pimpinan AS akan bereaksi.
Pasukan ini bergerak dalam jarak 5 km dari posisi pasukan SDF dan Amerika, kata dia.
Dia mengungkapkan bahwa pasukan pimpinan AS, sejalan dengan prosedur yang sudah disepakati dengan Rusia, memperingkatkan pasukan reguler Rusia bahwa mereka sedang bersiap menyerang. Dia tak tahu apakah peringatan itu didengar oleh para tentara bayaran Rusia.
"Peringatan itu keluar 20 menit sebelumnya, pada saat itu sudah tidak mungkin menarik mundur pasukan," kata sumber tadi.
Dia mengungkapkan begitu serangan dilancarkan pihak AS, tentara-tentara bayaran itu tidak membalas karena mereka yakin balasan hanya akan mengundang serangan lebih dahsyat dari pasukan koalisi pimpinan AS, demikian Reuters.
Konfrontasi ini menghebohkan karena merenggut banyak sekali nyawa orang Rusia yang semakin menguatkan dugaan adanya perang terselubung antara AS dan Rusia di Suriah.
Kantor berita Reuters kemudian menyelidiki sekitar peristiwa menghebohkan yang telah menciptakan dimensi baru dalam Perang Saudara Suriah yang sudah mencabik-cabik negeri Arab yang dibatasi Laut Tengah di bagian baratnya itu.
Berikut laporan bagian ketiga Reuters yang ditampilkan ANTARA News dalam tiga bagian.
Seorang pejabat Amerika yang meminta namanya tidak disebutkan mengatakan pekan lalu bahwa pasukan yang berafiliasi kepada Assad, didukung dengan artileri, tank, roket dan mortir, pada 7 Februari telah menyerang para pejuang Pasukan Demokratik Suriah (SDF) dukungan AS dekat Deir al-Zor.
Pasukan khusus AS yang mendampingi pasukan SDF ikut diserang, kata para pejabat Washington.
Koalisi pasukan SDF pimpinan AS di Suriah itu kemudian membalas menembak untuk menewaskan sekitar 100 anggota pasukan pro-Assad, kata sang pejabat AS.
Sejak pertempuran itu, rekan-rekan tentara bayaran atau para kontraktor militer Rusia itu menyatakan bahwa Rusia adalah bagian dari pasukan pro-Assad yang terlibat dalam pertempuran itu, dan juga termasuk dalam korban kontraofensif SDF itu.
Shabayev, si pemimpin Cossack, mengungkapkan jumlah korban begitu banyak karena mereka tidak mendapatkan payung serangan udara, dan karena diserang tidak hanya oleh pemberontak bersenjatakan alakadarnya yang selama ini musuh mereka sehari-hari, tetapi juga oleh pasukan berperalatan sangat lengkap yang bisa melancarkan serangan udara.
"Pertama serangan pesawat pembom, kemudian mereka sapu bersih dengan menggunakan Apaches (helikopter serbu buatan AS)," kata Shabayev mengutip para korban luka yang dia kunjungi di rumah sakit militer itu.
Sumber yang punya hubungan dengan Wagner mengungkapkan bahwa mereka memberita tahu dia bahwa pasukan yang diserang koalisi pimpinan AS itu adalah sebagian besar tentara bayaran Rusia yang mendapatkan dukungan serdadu Suriah dan Iran.
Dia mengungkapkan bahwa pada 7 Februari itu pasukannya merangsek maju ke Khusham di Provinsi Deir al-Zor, memasuki sebuah zona netral yang sudah disepakati militer Rusia dan koalisi pimpinan AS.
Tujuannya adalah menguji apakah koalisi pimpinan AS akan bereaksi.
Pasukan ini bergerak dalam jarak 5 km dari posisi pasukan SDF dan Amerika, kata dia.
Dia mengungkapkan bahwa pasukan pimpinan AS, sejalan dengan prosedur yang sudah disepakati dengan Rusia, memperingkatkan pasukan reguler Rusia bahwa mereka sedang bersiap menyerang. Dia tak tahu apakah peringatan itu didengar oleh para tentara bayaran Rusia.
"Peringatan itu keluar 20 menit sebelumnya, pada saat itu sudah tidak mungkin menarik mundur pasukan," kata sumber tadi.
Dia mengungkapkan begitu serangan dilancarkan pihak AS, tentara-tentara bayaran itu tidak membalas karena mereka yakin balasan hanya akan mengundang serangan lebih dahsyat dari pasukan koalisi pimpinan AS, demikian Reuters.
Credit antaranews.com