Rabu, 14 Januari 2015

Rahasia Tim Penyelam Temukan Dua "Black Box" QZ8501 dalam Dua Hari



AFP PHOTO / ADEK BERRY Para petugas memasukkan FDR (Flight Data Recorder) AirAsia QZ8501 ke dalam tas pengaman di Pangkalan Bun, Senin (12/1/2015).

PANGKALAN BUN, CB - Tim penyelam gabungan TNI angkatan laut berhasil menemukan dan mengangkat dua black box pesawat AirAsia QZ8501 yang jatuh di Selat Karimata, dekat Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, dalam waktu dua hari.

Pada Senin (12/1/2014) pagi, tim penyelam berhasil menemukan black box Flight Data Recorder (FDR) yang merekam data penerbangan pesawat. Pada Selasa pagi, tim penyelam berhasil menemukan black box Voice Cockpit Recorder (VCR) yang merekam percakapan pilot dan kopilot di cockpit.

Apa rahasia tim penyelam?

Pinger Detector

Serda Rajab Suharno yang berhasil menemukan dua black box itu menjelaskan, pinger detector  menjadi alat penentu bagi penyelam untuk dapat menemukan lokasi black box. Alat  yang berbentuk seperti hair dryer ini bisa mendeteksi lokasi black box dengan mengeluarkan bunyi yang dapat didengar oleh penyelam. Semakin dekat lokasi black box, maka bunyi ping yang dikeluarkan alat itu akan semakin jelas.

"Alat ini sangat membantu, kalau tidak ada pasti akan sangat sulit," ujar Rajab setelah menemukan black box kedua, di KRI Banda Aceh, Selasa sore.

Dengan keberhasilan menemukan dua black box itu dengan pinger detector, para penyelam lain pun memanggil Rajab dengan sebutan Pinger-Man. Rajab dianggap sebagai penyelam yang paling jago menggunakan alat itu.

"Pinger-Man, Pinger-Man," seloroh para penyelam, yang hanya dibalas dengan senyum oleh Rajab.

Faktor alam

Pekerjaan tim penyelam mencari black box tidak bisa dilepaskan dari faktor alam, baik di atas atau pun di bawah permukaan laut. Jika alam sedang bersahabat, maka pekerjaan bisa dilakukan dengan lebih mudah. Sebaliknya, jika alam tidak bersahabat, tim penyelam bukan hanya akan terhambat, melainkan tidak dibolehkan untuk menyelam karena berbahaya.

Kondisi di pagi hari penemuan black box itu, kata Mayor Profs De Grit, memang sangat bersahabat. Matahari bersinar cerah, angin berhembus pelan, dan gelombang di atas permukaan laut juga tidak terlalu besar. Cuaca di atas permukaan itu membuat perahu karet yang ditumpangi para penyelam bisa bergerak bebas tanpa hambatan.

Kondisi di bawah air, lanjut Profs, juga tidak kalah bersahabat. Arus bawah laut saat itu sangat pelan, hanya sekitar 0,5 knot sehingga membuat penyelam bisa bergerak dengan bebas. Dalam kondisi buruk, penyelam kerap harus menyusuri lautan dengan kecepatan arus mencapai 4-5 knot. Jarak pandang penyelam saat itu juga mencapai 5 meter.

"Hasilnya, black box pertama berhasil kita angkat pukul 07.12 WIB, black box kedua besoknya pukul 07.13 WIB. Bedanya cuma satu menit," ujar Mayor Profs.

Kesolidan tim penyelam

Hal yang paling menentukan, kata Mayor Profs, adalah kesolidan dari tim penyelam itu sendiri. Seluruh tim gabungan yang terdiri dari Komando Pasukan Katak, Marinir, dan Dinas Selam Bawah Air bisa melebur menjadi satu untuk satu tujuan.

Setiap penyelam, lanjut Mayor Profs, sudah bekerja keras untuk melakukan tugas dan bagiannya masing-masing yang amat penting bagi kinerja seluruh tim. Ada tim yang bertugas menyiapkan berbagai peralatan menyelam, melakukan dokumentasi, mengorganisir dan memantau dari atas perahu karet, hingga tim yang turun ke dasar laut untuk melakukan pencarian dan pengangkatan.

"Semuanya sudah bekerja keras. Bahkan yang kerjanya cuma mengisi tabung oksigen juga. Kalau tidak ada yang mengisi tabung, yang lain kan tidak bisa menyelam," ujarnya.



Credit KOMPAS.com