Senin, 11 Maret 2019

Duterte Sebut Perang Lawan Cina Jadi Pembantaian Filipina





Presiden Filipina, Rodrigo Duterte (kanan), dan Presiden Cina, Xi Jingping (kiri) menjelang penandatanganan di Beijing, Cina, pada Oktober 2016. Reuters
Presiden Filipina, Rodrigo Duterte (kanan), dan Presiden Cina, Xi Jingping (kiri) menjelang penandatanganan di Beijing, Cina, pada Oktober 2016. Reuters

CBManila – Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, mengatakan negaranya tidak mampu berperang melawan Cina terkait sengketa Laut Cina Selatan. Duterte beralasan Cina merupakan negara kaya yang memiliki banyak senjata berkualitas bagus.

Menurut Duterte, berperang melawan Cina sama saja dengan pembantaian massal terhadap pasukan Filipina.
“Jika kita perang melawan Cina, saya akan kehilangan semua tentara karena mereka berangkat berperang dan itu akan menjadi pembantaian saja. Kita tidak memiliki kapasitas untuk melawan mereka,” kata Duterte saat mengunjungi daerah Negros Occidental pada Jumat, 8 Maret 2019 seperti dilansir Manila Bulletin.

Duterte melanjutkan,”Tidak seperti Cina, uang kita digunakan untuk membayar pendidikan dan gaji guru. Mereka (Cina) dulu memberi makan raknyatnya dengan jatah. Tapi apa yang mereka lakukan adalah manufaktur banyak senjata,” kata Duterte.

Sekarang ini, pemimpin berusia 73 tahun itu mengatakan, Cina telah mengalami peningkatan yang banyak dengan industrialisasi yang menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya.
“Sekarang mereka negara kaya. Mereka memiliki banyak senjata berkualitas bagus. Selama bertahun-tahun, mereka diperintahkan oleh Presiden mereka untuk terus memproduksi senjata,” kata dia.
Namun, Duterte menegaskan sikapnya untuk terus melindungi negara dari pihak yang ingin menduduki Tanah Air. Dia mengakui jika Cina sekarang berada pada titik terjadi di wilayah yang disengketakan.
Duterte telah beberapa kali mengungkapkan pasukan Filpina memiliki kemampuan militer yang jauh lebih lemah dibandingkan Cina sehingga perang kedua negara hanya akan menghasilkan kekalahan militernya.
Namun, Duterte sebelumnya tidak pernah mengaitkan kecanggihan militer Cina dengan kemampuan industri negara itu, yang berhasil meningkatkan kemampuan ekonominya.

“Mereka sekarang berada pada titik itu. Tidak seorangpun mengatakan sebelumnya bahwa kita harus menaruh kanon dan senapan mesin di sini. Jadi Cina mengklaimnya,” kata dia.
Filipina sebenarnya memenangkan putusan arbitrase yang menolak klaim Beijing atas seluruh wilayah Laut Cina Selatan. Tapi Duterte menempuh jalur dialog bilateral dengan Cina untuk menyelesaikan sengketa perbatasan wilayah laut ini. Saat Presiden Cina, Xi Jinping, mengunjungi Manila pada 2018, Duterte berkomitmen menyelesaikan sengketa LCS ini secara damai.

Secara terpisah, Menhan Filpina, Menteri Pertahanan, Delfin Lorenzana, mengatakan akan membentuk tim kajian soal perjanjian pertahanan dengan Amerika Serikat terkait konflik di Laut Cina Selatan. Ini menyusul aktivitas pesawat pengebom B-52 AS yang terbang di atas LCS dan menimbulkan reaksi dari Cina, seperti dilansir CNN.

Credit  tempo.co