Rabu, 06 Februari 2019

Indonesia dan Swiss Teken MLA, Aset Hasil Kejahatan Bisa Dirampas



Indonesia dan Swiss Teken MLA, Aset Hasil Kejahatan Bisa Dirampas
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Hamonangan Laoly menekan MLA dengan pihak Konfederasi Swiss. Foto/Istimewa

JAKARTA - Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Konfederasi Swiss menadatangani Mutual Legal Assistance (MLA) atau Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana. Perjanjian berisi 39 pasal, yang antara lain mengatur bantuan hukum tentang pelacakan, pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan.

MLA diteken Bernerhof Bern, Senin (4/2/2019). Penandatangan dari pihak Indonesia dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Hamonangan Laoly.

"Perjanjian MLA RI-Swiss merupakan capaian kerja sama bantuan timbal balik pidana yang luar biasa, dan menjadi sejarah keberhasilan diplomasi yang sangat penting, mengingat Swiss merupakan financial center terbesar di Eropa,” kata Yasonna dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Selasa (5/2/2019).

Bagi Indonesia, perjanjian ini merupakan MLA yang ke-10. Sebelumnya, Indonesia meneken MLA dengan ASEAN, Australia, Hong Kong, China, Korea Selatan, India, Vietnam, Uni Emirat Arab, dan Iran. Sedangkan bagi Swiss, perjanjian ini merupakan MLA ke-14 dengan negara-negara non-Eropa.

"Perjanjian ini merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan perpajakan dan tidak melakukan kejahatan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya,” kata Yasonna.

Cakupan perjanjian tersebut luas. Perjanjian dengan Swiss ini untuk mendukung proses hukum pidana di negara peminta.

MLA antara Indonesia dan Swiss dirintis melalui berbagai diplomasi, termasuk perundingan dua kali putaran yang dipimpin Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional Cahyo Rahadian Muzhar yang saat ini menjabat sebagai Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU). 

Perundingan putaran pertama dilakukan di Bali pada tahun 2015. Sedangkan putaran kedua berlangsung tahun 2017 di Bern, Swiss. Perundingan kedua digelar untuk merampungkan pembahasan pasal-pasal yang belum disepakati pada perundingan pertama.

Yasonna berharap Dewan Perwkilan Rakyat (DPR) mendukung penuh MLA yang telah diteken tersebut dengan cara segera meratifikasi. Dukungan parlemen akan bisa bermanfaat bagi para penegak hukum, dan instansi terkait lainnya untuk menjalankan ketentuan dalam perjanjian tersebut. 




Credit  sindonews.com