JAKARTA
- Pemerintah Ukraina mendesak dunia internasional, termasuk di dalamnya
Indonesia, untuk membantu mengakhiri aneksasi Rusia terhadap Crimea,
yang saat ini telah memasuki tahun kelima.
"Ukraina mendesak masyarakat internasional dan khususnya Republik Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB saat ini untuk terus melanjutakan upaya untuk menghentikan agresi hibrida Rusia terhadap Ukraina, termasuk pendudukan temporal Crimea, dengan tujuan akhir pemulihan integritas wilayah Ukraina di dalam perbatasannya yang diakui secara internasional," kata Duta Besar Ukraina untuk Indonesia, Volodymyr Pakhil dalam keterangan tertulis yang diterima Sindonews pada Selasa (26/2).
Pakhil, dalam keterangan menuturkan bahwa lima tahun lalu pasukan Rusia atau yang disebut "orang hijau kecil" memasuki Crimea tanpa lencana militer. Pada awalnya, papar Pakhil, Presiden Rusia, Vladimir Putin membantah keterlibatan negaranya, kemudian mengakui bahwa ia telah berbohong kepada seluruh dunia.
"Ukraina mendesak masyarakat internasional dan khususnya Republik Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB saat ini untuk terus melanjutakan upaya untuk menghentikan agresi hibrida Rusia terhadap Ukraina, termasuk pendudukan temporal Crimea, dengan tujuan akhir pemulihan integritas wilayah Ukraina di dalam perbatasannya yang diakui secara internasional," kata Duta Besar Ukraina untuk Indonesia, Volodymyr Pakhil dalam keterangan tertulis yang diterima Sindonews pada Selasa (26/2).
Pakhil, dalam keterangan menuturkan bahwa lima tahun lalu pasukan Rusia atau yang disebut "orang hijau kecil" memasuki Crimea tanpa lencana militer. Pada awalnya, papar Pakhil, Presiden Rusia, Vladimir Putin membantah keterlibatan negaranya, kemudian mengakui bahwa ia telah berbohong kepada seluruh dunia.
Dengan
keberadaan “lelaki hijau kecil” bersenjata, Moskow berhasil melakukan
referendum palsu tentang transisi Crimea ke Rusia, yang tidak diakui
oleh dunia yang beradab secara demokratis.
"Yaitu, Resolusi Majelis Umum PBB “Integritas Teritorial Ukraina” menegaskan komitmen terhadap integritas teritorial Ukraina dalam batas-batasnya yang diakui secara internasional dan menggarisbawahi ketidakabsahan referendum palsu yang disebutkan. Dokumen itu didukung oleh 100 negara anggota PBB. Oleh karena itu, sejak awal Rusia mendapati dirinya berada dalam isolasi internasional, yang didukung hanya oleh 10 negara yang memiliki catatan demokrasi serupa dengan Moskow," ucapnya.
"Yaitu, Resolusi Majelis Umum PBB “Integritas Teritorial Ukraina” menegaskan komitmen terhadap integritas teritorial Ukraina dalam batas-batasnya yang diakui secara internasional dan menggarisbawahi ketidakabsahan referendum palsu yang disebutkan. Dokumen itu didukung oleh 100 negara anggota PBB. Oleh karena itu, sejak awal Rusia mendapati dirinya berada dalam isolasi internasional, yang didukung hanya oleh 10 negara yang memiliki catatan demokrasi serupa dengan Moskow," ucapnya.
Dia
kemudian menambahkan, pendudukan sementara Crimea berarti bahwa, untuk
pertama kalinya sejak 1940-an, sebuah negara Eropa merebut sebagian
wilayah dari tetangga dengan paksa, sehingga secara besar-besaran
melanggar hukum dan ketertiban internasional.
"Selain itu, pendudukan Crimea menjadi awal perang hibrida Rusia melawan Ukraina, termasuk agresi militer yang sedang berlangsung di timur Ukraina serta perang informasi yang sangat besar. Untuk beberapa alasan, kampanye disinformasi besar-besaran dan intervensi agresif ke dalam urusan internal Ukraina serta banyak negara lain menjadi praktik umum bagi Kremlin," tukasnya.
"Selain itu, pendudukan Crimea menjadi awal perang hibrida Rusia melawan Ukraina, termasuk agresi militer yang sedang berlangsung di timur Ukraina serta perang informasi yang sangat besar. Untuk beberapa alasan, kampanye disinformasi besar-besaran dan intervensi agresif ke dalam urusan internal Ukraina serta banyak negara lain menjadi praktik umum bagi Kremlin," tukasnya.
Credit sindonews.com