Program akan dihentikan sampai disepakati tata kelola yang baik.
CB,
JAKARTA -- Pemerintah Indonesia memutuskan untuk memberhentikan
sementara perekrutan dan pengiriman mahasiswa Indonesia melalui program
kuliah-magang New Southbound Policy ke Taiwan. Pemberhentian sementara
itu sebagai imbas dari mencuatnya kasus dugaan eksploitasi mahasiswa
Indonesia di Taiwan.
“Ya, perekrutan dan pengiriman mahasiswa itu dihentikan sementara,”
kata Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti,
Ismunandar saat dihubungi
Republika.co.id, Kamis (3/1).
Dia
mengatakan, perekrutan kuliah-magang New Southbound Policy itu akan
kembali dilanjutkan hingga disepakati tata kelola yang lebih baik.
Sehingga kasus serupa tidak akan terjadi kembali.
Sementara
itu, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menyatakan saat ini ada sekitar
1.000 mahasiswa yang ikut dalam skema kuliah-magang di delapan
universitas yang masuk ke Taiwan pada periode 2017-2018. Dan 300
mahasiswa di antaranya diduga telah dieksploitasi dan kerja paksa di
pabrik setempat.
“Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia
(KDEI) Taipei telah meminta otoritas setempat untuk mengambil langkah,
sesuai aturan setempat, yang diperlukan guna melindungi kepentingan
serta keselamatan mahasiswa peserta skema kuliah-magang,” kata Direktur
Perlindungan WNI Kemenlu, Lalu Muhammad Iqbal.
Diketahui,
masalah ini bermula dari tawaran skema perekrutan mahasiswa melalui
program New Soutbound Policy, yaitu kebijakan pemerintah Taiwan untuk
kerja sama dan pertukaran pelajar dengan negara Asia Tenggara termasuk
Indonesia. Mahasiswa tersebut diduga dijebak oleh oknum pelaksana dengan
iming-iming akan mendapatkan beasiswa kuliah di Taiwan.
Dari
laporan yang diterima oleh Kemenristekdikti, para mahasiswa yang diduga
dijebak tersebut mayoritas perempuan. Mereka diduga mendapat perlakuan
yang tidak menyenangkan seperti dipaksa bekerja selama 10 jam dalam satu
hari dengan bayaran yang murah.
Beberapa perguruan tinggi
yang bekerja sama dengan penyalur tenaga kerja diduga mengirimkan
mahasiswanya untuk menjadi tenaga kerja murah dipabrik-pabrik tersebut.
Salah
satu perguruan tinggi misalnya mempekerjakan mahasiswa asal Indonesia
di sebuah pabrik contact lens. Di sana mahasiswanya dipaksa berdiri
selama 10 jam untuk mengemas 30 ribu contact lens setiap harinya.
Sementara perkuliahan dijalani mahasiswa tersebut selama 2 hari dalam
satu pekan, sisanya mereka harus bekerja di pabrik.