Kamis, 31 Januari 2019

FBI Sebut China Mata-Matai Ekonomi AS


FBI Sebut China Mata-Matai Ekonomi AS
Ilustrasi lambang Biro Penyelidik Federal Amerika Serikat (FBI). (Reuters)



Jakarta, CB -- Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) tengah menyelidiki dugaan tindakan spionase yang dilakukan China terhadap sedikitnya 56 instansi dan lembaga ekonomi Amerika Serikat. Di hadapan Senat, Direktur FBI Christopher Wray mengatakan Negeri Tirai Bambu merupakan ancaman intelijen paling signifikan untuk AS.

"Kami memiliki sejumlah investigasi ekonomi, misalnya, di hampir setiap 56 lembaga kami. Ini hanya pengungkapan di satu sektor saja," ucap Wray pada Selasa (29/1).

"Jumlah mata-mata mereka mungkin meningkat dua kali lipat dalam tiga atau empat tahun terakhir, dan tidak semuanya, tetapi hampir semuanya mengarah lagi ke China," ujar Wray.



Wray menyatakan hal itu sehari setelah Kementerian Kehakiman mendakwa raksasa telekomunikasi China, Huawei, atas sangkaan mencuri rahasia perusahaan pesaingnya, T-Mobile USA.


Isi dakwaan menyatakan Huawei menawarkan bonus kepada setiap karyawan yang jumlahnya berdasarkan nilai informasi yang bisa mereka curi dari perusahaan lain di seluruh dunia.

Informasi-informasi curian tersebut disebut dikirim para karyawan melalui alamat surat elektronik dengan sandi ke kantor pusat Huawei.

Dalam rapat, sejumlah petinggi intelijen menilai China merupakan ancaman paling kuat secara politik, militer, dan ekonomi bagi AS. Mereka menganggap ancaman tersebut terus tumbuh.



Menurut laporan intelijen AS berjudul 'Penilaian Ancaman Sedunia' yang dirilis pada Selasa (29/1) kemarin, China disebut juga menargetkan sektor teknologi AS yang penting terkait spionase. Laporan itu memperkirakan China akan mencuri setiap teknologi yang tidak bisa mereka buat sendiri tetapi penting bagi kepentingan negaranya.

"Kami juga prihatin tentang potensi intelijen China dan layanan keamanan mereka memanfaatkan perusahaan teknologi informasi China sebagai platform spionase rutin dan sistematik terhadap AS dan sekutu kami," bunyi laporan itu seperti dikutip AFP.

Sementara itu, Direktur Badan Intelijen Kementerian Pertahanan AS, Letnan Jenderal Robert Ashley, mengatakan pemerintah China telah mempersulit perusahaan Negeri Tirai Bambu untuk menjadi penguasa murni dan menghindari kecurigaan.

"Huawei perlu membuat keputusan tentang arah yang ingin mereka ambil terkait bagaimana mereka mendukung pemerintah China atau sebagai bisnis independen," ucap Ashley.



"Tantangannya adalah Huawei tidak berwenang memutuskan itu, tapi Partai Komunis China dan Presiden Xi Jinping," ujar Ashley.




Credit  cnnindonesia.com