Rabu, 30 Januari 2019

Senat Ingin Pasukan AS Tetap Bercokol di Suriah dan Afghanistan


Senat Ingin Pasukan AS Tetap Bercokol di Suriah dan Afghanistan
Foto/Ilustrasi/SINDONews/Ian

WASHINGTON - Pemimpin Partai Republik di Senat Amerika Serikat (AS) mengajukan undang-undang yang mendesak AS untuk mempertahankan pasukan di Suriah dan Afghanistan. Kemunculan undang-undang ini di tengah upaya Presiden Donald Trump berkeinginan menarik pasukan AS setelah bertahun-tahun di luar negeri.

Mengatakan bahwa kelompok-kelompok militan Islam di kedua negara terus menjadi ancaman serius bagi AS, Pemimpin Mayoritas Senat Mitch McConnell mengatakan dia telah memperkenalkan amandemen RUU keamanan Timur Tengah yang lebih luas mendesak "komitmen berkelanjutan" sampai al-Qaeda, Negara Islam (ISIS) dan kelompok-kelompok lain dikalahkan.

"Kami bukan polisi dunia, tetapi kami adalah pemimpin dunia bebas, dan adalah kewajiban Amerika Serikat untuk memimpin, mempertahankan koalisi global melawan teror dan untuk berdiri dengan mitra kami," kata McConnell dalam pidatonya di Senat seperti dilansir dari Reuters, Rabu (30/1/2019).

Langkah itu akan menjadi amandemen RUU keamanan Timur Tengah yang lebih luas yang diperdebatkan di Senat. RUU itu, yang mencakup sanksi baru terhadap Suriah dan tindakan memerangi Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS) terhadap Israel, diajukan dalam pemungutan suara prosedural pada hari Senin lalu.

Belum diketahui kapan Senat akan melakukan pemungutan suara apakah akan meloloskan RUU itu, termasuk amandemen, atau tidak. Agar menjadi hukum, RUU itu juga harus diloloskan oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang dikontrol oleh Demokrat dan ditandatangani oleh Trump, atau mengatasi veto Trump jika ia tidak mau menandatangani.

Pemerintahan Trump telah mengumumkan rencana untuk membawa semua pasukan AS pulang dari Suriah, dengan mengatakan bahwa kelompok militan Negara Islam telah dikalahkan.

Secara terpisah pada hari Senin, direktur intelijen nasional Trump, Dan Coats, mengatakan pada sidang Senat tentang risiko di seluruh dunia bahwa Negara Islam tetap menjadi ancaman.

Pada hari Senin, seorang utusan khusus AS mengatakan Amerika Serikat dan Taliban telah membuat sketsa garis besar perjanjian perdamaian akhir untuk mengakhiri 17 tahun perang di Afghanistan. Namun, tidak ada tanda bahwa kelompok itu telah menerima tuntutan utama AS seperti melakukan gencatan senjata sebelum penarikan pasukan AS.

Utusan khusus AS, Zalmay Khalilzad, sepakat dalam pembicaraan dengan para perunding pemberontak Taliban pekan lalu di Doha untuk penarikan pasukan asing dari Afghanistan dalam waktu 18 bulan, seperti yang dinyatakan oleh pejabat Taliban, kata juru bicara Departemen Luar Negeri.

"Kami belum menyetujui jadwal waktu tertentu untuk kemungkinan penarikan pasukan," tulis juru bicara itu dalam email. 



Credit  sindonews.com