Senin, 02 Oktober 2017

Rekonsiliasi Gaza, Hamas Bebaskan Anggota Fatah



Rekonsiliasi Gaza, Hamas Bebaskan Anggota Fatah
Kelompok Islam Hamas membebaskan lima anggota Fatah sebagai bagian dari rekonsiliasi Jalur Gaza. Foto/Istimewa



GAZA - Hamas membebaskan lima tahanan dari partai Fatah, yang menjadi pesaingnya, pada hari Minggu (1/10/2017). Sementara itu Mesir mengirim delegasi ke Jalur Gaza untuk mengawasi penyerahan administrasi kelompok Islam itu ke sebuah pemerintahan persatuan.

Hamas membebaskan lima petugas keamanan Fatah yang dipenjara dua tahun lalu dalam aksi yang disebut Kementerian Dalam Negeri digambarkan sebagai "tindakan yang membahayakan keamanan internal". Hukuman mereka berkisar antara tujuh sampai 15 tahun.

Salah satu tahanan yang dibebaskan, Taher Abu Armana, mengucapkan terima kasih kepada kepala Hamas di Gaza Yehya Al-Sinwar dan Mohammed Dahlan, mantan kepala keamanan Fatah di daerah kantong tersebut, atas pembebasannya.

Dahlan, yang berbasis sejak 2011 di Uni Emirat Arab, berada di belakang masuknya uang tunai untuk menopang Gaza dan pengenduran hubungan antara Hamas dan negara-negara Arab termasuk Mesir, yang menjadi tuan rumah perundingan rekonsiliasi.

"Kami mendesak Presiden (Mahmoud Abbas) untuk memerintahkan pembebasan semua tahanan politik di Tepi Barat," kata Abu Armana, sebuah referensi untuk anggota Hamas, seperti dikutip dari Reuters, Senin (2/10/2017).

Sementara itu seorang pejabat Otoritas Palestina, badan otonom yang dipimpin oleh Abbas di Tepi Barat yang diduduki Israel, mengatakan sebuah delegasi Mesir terdiri dari dua jenderal dan duta besar Kairo untuk Israel, tiba di Gaza untuk mengawasi upaya rekonsiliasi.

Ini adalah delegasi resmi pertama Mesir yang melakukan perjalanan ke Gaza sejak tahun 2012. Mesir menangguhkan misi diplomatiknya di Gaza pada tahun 2007 setelah wilayah itu diambil alih oleh Hamas.

Hamas memilih rekonsiliasi dengan pemerintahan Mahmoud Abbas dari Fatah yang didukung oleh Barat karena kekurangan dana.

"Kami bertekad untuk mengubur bab pembagian wilayah sehingga tanah air dapat disatukan kembali," kata Perdana Menteri Palestina yang berbasis di Tepi Barat, Rami al-Hamdallah. 




Credit  sindonews.com