Dilansir Haaretz, Ahad, Kurz, pemimpin People's Party (OVP), mengalahkan Social Democratic Party (SPO) yang merupakan anggota parlemen terbesar di parlemen Austria sebelum pemilu. Menurut hasil akhir pemilihan, SPO yang dipimpin oleh Kanselir Kristen Christian Kern menduduki posisi kedua dengan 26,9 persen suara, sementara Freedom Party (FPO) meraih 26 persen suara dan menjadikannya partai terbesar ketiga di parlemen.
Partai The liberal Neos dan Liste Pilz juga ditetapkan memiliki wakil di parlemen, dengan 5,1 persen dan 4,3 persen suara. Sementara itu, Partai Greens merosot menjadi 3,9 persen dan kemungkinan akan kehilangan kursi legislatif mereka.
Proyeksi ini didasarkan pada 100 persen surat suara reguler dan mencakup perkiraan surat suara absen yang akan dihitung pada Kamis. Hasil akhir kemungkinan akan 0,7 persen lebih tinggi atau lebih rendah.
Pemimpin FPO Heinz-Christian Strache adalah tokoh kontroversial dengan kecenderungan Nazi dan antisemitisme di masa lalunya. Dia telah mencoba untuk memperbaiki citra itu dan mendekati Israel dalam beberapa tahun terakhir. FPO didirikan oleh mantan fungsionaris Nazi sekaligus anggota pasukan SS Anton Reinthaller.
Jika Kurz membentuk koalisi pemerintahan dan termasuk Strache di dalamnya ini berarti Israel harus mempertimbangkan langkahnya. Namun, ini tidak akan mudah. Terakhir kali partai ini bergabung dengan koalisi tersebut, pada 2000, Israel memanggil duta besarnya dari Wina. Tetapi, tahun lalu, Strache mengunjungi Israel sebagai tamu Partai Likud.
Sebelum pemilihan, pesan utama Kurz dalam kampanyenya yaitu menghentikan imigrasi ilegal. Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Wochenblick yang diterbitkan pekan lalu, Kurz mengemukakan arah yang akan dia ambil. "Kami sekarang bersaing dengan konsekuensi dari beberapa kesalahan yang kami buat 30 dan 40 tahun yang lalu, ketika imigrasi yang tidak terkendali dimulai,” katanya.
Kurz mengatakan, jika ia terpilih sebagai kanselir, dia berjanji akan memerangi komunitas paralel, istilah yang digunakan Kurz untuk Muslim di Austria, seperti juga bertindak melawan politik Islam.
Austria dengan populasi 8,7 juta tidak pernah dikenal memiliki sikap simpatik atau ramah terhadap 560 ribu Muslim yang tinggal di sana. Fokus perhatian dalam pemilihan di Austria dan luar negeri adalah Kurz sendiri yang tidak hanya muda dari sisi usia dan penampilan, tetapi juga tingkah lakunya yang dikenal sopan.
Pada 2013 atau saat berusia 27, Kurz menjadi menteri luar negeri termuda dalam sejarah Eropa. Sejak awal, dia melarang pegawai kementerian dan tamu memanggilnya "Herr Minister" atau berbicara melalui perantara orang lain.
"Panggil aku Sebastian," katanya. Sejak saat itu, orang-orang Austria mulai memanggilnya dengan julukan Basti.
Kurz telah menetapkan pedoman baru, yaitu pejabat Kementerian Luar Negeri Austria, termasuk atasan mereka, bepergian dengan menggunakan kelas ekonomi, bukan kelas bisnis. Tidak mengherankan jika jajak pendapat secara konsisten menunjuk dia sebagai politisi Austria yang paling dicintai. Kemunculannya dalam politik Austria mengungkapkan rasa percaya diri, kepemimpinan, dan ambisi yang tak ditutup-tutupi.
Berbalik arah
Kurz lahir di Wina pada tahun 1986 dan lulus dari sekolah menengah atas pada 2004. Ia keluar dari sekolah hukum untuk menjalani karier politik pertama di tingkat kota, menjadi anggota dewan Kota Wina pada 2010. Pada 2010, saat mencalonkan diri ke kantor kotamadya, ia memimpin sebuah kampanye dengan tulisan "black is cool/sexy". Hitam adalah warna partainya dan keren/seksi adalah terjemahan dari kata Jerman geil.
Kurtz kemudian berkeliling Wina bersama sejumlah wanita seksi lalu membagikan video yang menunjukkan bagian tubuh para wanita tersebut. Kini, tujuh tahun kemudian, lawan politiknya kerap menyebutnya seksis, kekanakan, dan tidak bertindak benar secara politis.
Pada 2011, saat ia baru berusia 24 tahun, Kurz membuat lompatan besar dengan menjadi direktur integrasi di Kementerian Dalam Negeri Austria. Kurz memuji "wilkommenskultur" Austria yang menganjurkan menghadirkan wajah yang ramah kepada imigran baru.
Dengan semboyan "integrasi melalui tindakan", dia bekerja untuk mengintegrasikan pendatang baru ke dalam masyarakat. "Saya melihat diri saya sebagai orang yang masuk ke imigran," katanya saat mencoba untuk mengubah citra negatif Austria sebagai musuh orang asing, setelah ia bertahun-tahun menjadi pemimpin sayap kanan ekstrem.
Namun, saat ia memperoleh jabatan lebih tinggi, ia mengubah posisinya. Pada 2013, dia ditunjuk sebagai menteri luar negeri, dan ketika ratusan ribu migran membanjiri Austria, dia tidak terburu-buru untuk membantu mereka, tetapi berbicara tentang bahaya imigrasi massal. Dia juga mendukung pembatasan manfaat sosial yang diberikan Uni Eropa kepada para migran.
Perubahan ideologisnya dapat dijelaskan, seperti yang beberapa komentator Austria telah catat, sebagai politisi muda yang melihat berbagai hal secara berbeda begitu dia mencapai jabatan. Di sisi lain, hal itu dapat dipandang sebagai langkah politik menuju ke puncak.
Dia kemudian mempromosikan undang-undang yang melarang pendanaan luar negeri untuk masjid dan pemakaian burka di tempat umum. "Kami menginginkan Islam ala Austria, tidak dikendalikan oleh negara lain," katanya.
Puncak tindakannya dan tes kepemimpinan utamanya di kancah internasional terjadi ketika pada 2016 dia menutup rute Balkan yang digunakan oleh para pengungsi yang datang ke Austria melalui jalur darat. Kesuksesannya dalam meyakinkan negara Balkan untuk menutup perbatasan mereka terhadap pengungsi yang berusaha mencapai jantung Eropa pada awalnya dikritik.
Dia juga menunjukkan kepemimpinannya dalam kritik tajamnya terhadap Presiden Recep Tayyip Erdogan, yang dia beri label sebagai pemimpin yang berkecenderungan sebagai diktator. Pada Juli, Kurz melarang masuknya seorang menteri Turki yang merencanakan untuk menghadiri sebuah upacara yang menandai satu tahun ulang tahun percobaan kudeta di Turki. Kurz sekarang menyerukan untuk menangguhkan pembicaraan dengan Turki karena bergabung dengan UE.
Tahun ini adalah salah satu yang paling dramatis dalam karirnya. Beberapa bulan yang lalu, pada usia 30, ia terpilih sebagai pemimpin partainya. Dia mengumumkan pengunduran dirinya dari koalisi dengan Demokrat Sosial, menyeret Austria ke pemilihan umum baru setelah pemerintahnya lumpuh selama berbulan-bulan karena perkelahian ideologis yang tak henti-hentinya.
Credit republika.co.id