CB, Washington D.C. - Film sains fiksi garapan Hollywood 'Terminator' membuat para penemu senjata robot berteknologi tinggi, berkeinginan untuk mewujudkan penggunaan alat canggih tersebut di dunia nyata.
Namun, di balik keinginan untuk memajukan teknologi senjata robot itu, timbul kecemasan dalam benak petinggi militer Amerika Serikat. Mereka khawatir robot pintar itu dapat memusnahkan peradaban manusia.
Seperti dikutip dari Mirror.co.uk, Rabu (7/9/2016), petinggi Pentagon AS
menganggap loncatan teknologi besar seperti penemuan drone, kecerdasan
buatan, dan sistem senjata otonom, harus ditangani sebelum benda
tersebut memusnahkan umat manusia.
"Teknologi robot 'berpikir' ini dapat menuntun sistem robotik melakukan tindakan berbahaya bahkan mematikan . . . seperti Terminator yang tidak memiliki hati nurani itu," kata jenderal Angkatan Udara AS, Paul Selva.
Ketika ditanya tentang kemungkinan 'kecerdasan' senjata robot dapat berpikir sendiri, pria yang juga menjabat sebagai Wakil Kepala Staf Gabungan di Departemen Pertahanan AS itu mengatakan bahwa memang mereka bertugas untuk mengalahkan musuh, tapi hal tersebut harus didasari oleh hukum dan konvensi.
"Kami (militer) bersikeras untuk menjadikan manusia sebagai penentu pilihan dalam pembasmian lawan," kata Selva.
"Hal tersebut merupakan sebuah batas yang harus dipertegas. Salah satu yang harus dipertimbangkan ketika mengembangkan jenis senjata baru ini," tambah petinggi Pentagon itu.
Dia juga menambahkan bahwa Pentagon harus mengayomi perusahaan pengembang teknologi intelijen buatan, yang tidak selalu 'berorientasi militer'.
Selva berharap mereka dapat mengembangkan teknologi yang lebih menggunakan sistem komando dan dapat memimpin.
Sebelumnya, para ahli memperingatkan, dalam sebuah acara Royal Academy of Engineering di London pada Juni 2016, bahwa manusia perlu mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana berinteraksi dengan robot.
Hal tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya situasi yang dapat membahayakan.
"Kami ingin melihat robot dengan kecerdasan buatan membuat keputusan yang 'cocok' dengan pedoman etika atau moral," kata mereka dalam acara itu.
Menanggapi kecemasan tersebut, seorang profesor dari pimpinan pembuatan kelompok robot di Bristol Robotics Laboratory, Alan Winfield, mengatakan, dibutuhkan kesungguhan dalam menciptakan robot.
"Jika robot tidak aman, orang tidak akan mempercayai mereka," kata Winfield.
Namun, di balik keinginan untuk memajukan teknologi senjata robot itu, timbul kecemasan dalam benak petinggi militer Amerika Serikat. Mereka khawatir robot pintar itu dapat memusnahkan peradaban manusia.
"Teknologi robot 'berpikir' ini dapat menuntun sistem robotik melakukan tindakan berbahaya bahkan mematikan . . . seperti Terminator yang tidak memiliki hati nurani itu," kata jenderal Angkatan Udara AS, Paul Selva.
Ketika ditanya tentang kemungkinan 'kecerdasan' senjata robot dapat berpikir sendiri, pria yang juga menjabat sebagai Wakil Kepala Staf Gabungan di Departemen Pertahanan AS itu mengatakan bahwa memang mereka bertugas untuk mengalahkan musuh, tapi hal tersebut harus didasari oleh hukum dan konvensi.
"Kami (militer) bersikeras untuk menjadikan manusia sebagai penentu pilihan dalam pembasmian lawan," kata Selva.
"Hal tersebut merupakan sebuah batas yang harus dipertegas. Salah satu yang harus dipertimbangkan ketika mengembangkan jenis senjata baru ini," tambah petinggi Pentagon itu.
Dia juga menambahkan bahwa Pentagon harus mengayomi perusahaan pengembang teknologi intelijen buatan, yang tidak selalu 'berorientasi militer'.
Selva berharap mereka dapat mengembangkan teknologi yang lebih menggunakan sistem komando dan dapat memimpin.
Sebelumnya, para ahli memperingatkan, dalam sebuah acara Royal Academy of Engineering di London pada Juni 2016, bahwa manusia perlu mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana berinteraksi dengan robot.
Hal tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya situasi yang dapat membahayakan.
"Kami ingin melihat robot dengan kecerdasan buatan membuat keputusan yang 'cocok' dengan pedoman etika atau moral," kata mereka dalam acara itu.
Menanggapi kecemasan tersebut, seorang profesor dari pimpinan pembuatan kelompok robot di Bristol Robotics Laboratory, Alan Winfield, mengatakan, dibutuhkan kesungguhan dalam menciptakan robot.
"Jika robot tidak aman, orang tidak akan mempercayai mereka," kata Winfield.
Credit Liputan6.com