Selasa, 10 Maret 2015

PBB Sebut Australia Siksa Imigran Asing, Abbott Murka


PBB Sebut Australia Siksa Imigran Asing, Abbott Murka 
 Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, mengaku muak dikuliahi terus oleh PBB, menyusul laporan soal pelanggaran Konvensi Menentang Penyiksaan oleh Australia. (Reuters/Andrew Taylor/Files)
 
Canberra,CB -- Laporan terbaru PBB menyebutkan bahwa Australia secara sistematis telah melanggar Konvensi Internasional Menentang Penyiksaan atas perlakuan buruk mereka terhadap para imigran asing pencari suaka, terutama anak-anak, di pusat detensi Pulau Manus, Papua Nugini.

Diberitakan The Guardian, Senin (9/3), laporan pada Dewan HAM PBB ini disampaikan oleh pelapor khusus untuk penyiksaan, Juan Mendez, atas penyelidikan penyiksaan dan pelecehan di 68 negara, salah satunya Australia.

Soal Negeri Kangguru, penyiksaan terjadi sepenuhnya di pusat detensi imigran ilegal di Pulau Manus.

"Pemerintah Australia, karena telah gagal memberikan kondisi tahanan yang memadai; menghentikan praktik penahanan terhadap anak; dan menghentikan peningkatan kekerasan dan ketegangan di pusat pemrosesan suaka regional, telah melanggar hak-hak para pencari suaka termasuk anak-anak untuk bisa bebas dari penyiksaan atau perlakuan kejam, tidak manusiawi dan merendahkan," kata Mendez dalam laporannya.

Kepada penyidik PBB, dua orang pencari suaka di Pulau Manus, disebut Mr A dan Mr B, mengaku diikat di kursi oleh petugas keamanan dan diancam dengan "kekerasan fisik, perkosaan dan pengadilan karena 'menjadi agresif'" jika mereka menolak menarik pernyataan pada polisi soal pembunuhan Reza Barati selama kerusuhan di pusat detensi.

Reza Barati adalah imigran asal Iran berusia 23 tahun yang tewas dalam kerusuhan di Pulau Manus pada 17 Februari 2014.

Menurut Mendez, Australia telah melanggar konvensi internasional yang mereka ratifikasi sendiri pada 1989 karena menahan dan mengadili dengan sewenang-wenang imigran di laut tanpa akses pengacara. Selain itu Australia memperketat pengeluaran visa berdasarkan karakter pemohon serta penilaian risiko.

Abbott Murka

Ditanya soal laporan tersebut, Perdana Menteri Tony Abbott murka dan mempertanyakan kredibilitas pelapor PBB. Dia mengatakan, PBB seharusnya memperhitungkan upaya Australia yang berhasil menghentikan perjalanan para pencari suaka di laut yang penuh risiko dan sangat berbahaya.

"Saya kira warga Australia sudah muak dikuliahi oleh PBB, terutama karena kami telah menghentikan perahu-perahu itu, dan dengan menghentikannya, kami mengakhiri kematian di laut," kata Abbott.

"Tindakan paling manusiawi, paling pantas, paling penyayang, yang bisa dilakukan adalah menghentikan perahu ini, karena ratusan, saya kira sekitar 1.200 bahkan, tenggelam di laut saat banyaknya perdagangan manusia di bawah pemerintahan sebelumnya," lanjut Abbott lagi.

Sebelumnya Abbott mengkritik Komisi HAM Australia, terutama presidennya, Professor Gillian Triggs, telah bertindak "berat sebelah" dalam melaporkan soal anak-anak di pusat detensi imigran.

Ben Pynt dari lembaga Humanitarian Research Partners menyayangkan reaksi Abbott dan mengatakan bahwa pemerintah mencoba mengabaikan tuduhan penyiksaan tersebut.

"Perdana menteri mencoba mendiskreditkan pelapor khusus untuk penyiksaan dengan cara yang sama saat dia menyerang Professor Triggs, sebagai seorang yang bias dan tidak bereputasi. Yang tidak dia lakukan adalah membantah bukti yang dihadirkan atau membuktikan sebaliknya soal tuduhan penyiksaan," kata Pynt.

Direktur advokasi untuk lembaga Human Rights Law Centre, Daniel Webb, mengatakan bahwa laporan PBB mengonfirmasi bahwa pemrosesan lepas pantai suaka Australia gagal memenuhi standar dasar hak asasi manusia.

"Di bawah hukum internasional, Australia tidak boleh memenjarakan orang tanpa komunikasi di perahu di tengah samudera. Atau tidak boleh mengembalikan orang-orang ke tempat dimana mereka terancam disiksa," kata Webb.

Selain Australia, pelapor PBB juga mengkritisi Amerika Serikat yang memvonis mati pria dengan kelainan jiwa dan telah memenjarakannya selama 30 tahun, dan Inggris soal beberapa kasus deportasi.

Papua Nugini tidak merespon pertanyaan dari PBB soal penanganan keamanan di Manus. Australia sendiri saat ini aktif melobi untuk posisi di Dewan HAM PBB yang pemungutan suaranya akan dilakukan pada 2017


Credit  CNN Indonesia