Mexicali (CB) - Ratusan pengungsi dari Amerika Tengah terhenti di perbatasan Meksiko-Amerika Serikat pada Sabtu.
Di sana, segelintir dari mereka mengatakan menyambut tawaran pekerjaan dari Meksiko baru-baru ini sementara AS tidak bersahabat dalam menerima mereka.
Pemerintah Meksiko pada pekan lalu mengulangi tawaran pekerjaan kepada para pengungsi itu, dengan mengatakan bahwa mereka yang memiliki status hukum dapat mengisi ribuan lowongan, sebagian besar di "maquiladoras", menjadi buruh pabrik.
Sejak tiba di perbatasan pada pekan lalu, mereka ditolak masuk melalui gerbang penghubung Meksiko dengan Amerika Serikat.
Puluhan dari kebanyakan orang Honduras itu menunggu dalam antrean untuk mandi dan mencuci pakaian, yang kotor akibat perjalanan 2.600 mil (4.000 kilometer lebih) tanpa henti.
Beberapa anggota kafilah itu, yang meninggalkan kota kejahatan San Pedro Sula, Honduras, pada 13 Oktober, mengatakan kepada Reuters bahwa mereka bersedia tinggal di Meksiko daripada menghadapi penolakan di seberang perbatasan tersebut.
"Kalau dapat pekerjaan, kami akan tinggal. Ini sangat melelahkan," kata Orbelina Orellana, ibu berusia 26 tahun dengan tiga anak, menunggu di penampungan Alfa dan Omega di kota Mexicali, yang berbatasan dengan Calexico, California.
"Saya banyak menangis karena tidak bisa memberi mereka makan seperti yang saya inginkan," kata Orellana tentang anak-anaknya, "Saya hanya ingin mendapat kesempatan."
Sesudah dihentikan sebentar polisi antihuru-hara Meksiko di persimpangan jalan raya dua negara bagian Meksiko selatan pada akhir bulan lalu, selusin pengungsi mengatakan kepada Reuters bahwa mereka menolak tawaran itu, lebih memilih mencoba peruntungan di Amerika Serikat.
Tapi, pada Sabtu, beberapa orang mengatakan telah berubah pikiran.
"Kami berpikir menyeberang ke Amerika Serikat, tapi mereka mengatakan itu hampir tidak mungkin," kata Mayra Gonzalez, 32, yang berjalan dengan kedua anaknya, "Kami tidak bisa dalam keadaan kelaparan sambil menunggu apakah mereka akan memberi suaka. Lebih baik bekerja, dengan rahmat Tuhan, di Meksiko sini."
Dalam pembalikan kebijakan lama Amerika Serikat, pemerintah Presiden Donald Trump pada pekan lalu mulai menegakkan aturan baru, yang membatasi hak suaka siapa pun yang datang tanpa dokumen di perbatasan Amerika Serkat.
Trump pada awal bulan ini mengerahkan hampir 6.000 tentara di sepanjang perbatasan negaranya dengan Meksiko.
Ketika melaju ke utara melalui Meksiko, kelompok pengungsi itu dibantu pejabat dan penduduk setempat, yang memberikan makanan, pakaian dan bahkan tumpangan gratis di perjalanan harian, yang rata-rata 30 mil (48 kilometer) sehari, sebagian besar dengan berjalan kaki.
Tapi sambutan itu menjadi terasa lebih dingin ketika rombongan mencapai perbatasan tersebut.
Di Tijuana, kota yang sejak lama terbiasa dengan pendatang dalam perjalanan, orang-orang yang dipulangkan serta mereka yang mencari kesenangan di Amerika Serikat, penduduknya pada pekan lalu melempari para pengungsi dengan batu, menyuruh mereka pulang.
Tapi, beberapa orang mengatakan warga Amerika Tengah itu dapat membantu meningkatkan perekonomian setempat.
"Kami tidak menentang perpindahan," kata Ulises Araiza, ketua Perhimpunan Sumber Daya Manusia Industri di Tijuana, kepada Reuters.
"Kami tahu keadaan di negara mereka. Tapi, kami juga mendukung perintah untuk menyatukan mereka dengan bidang tenaga kerja, karena hanya di Tijuana kami memiliki permintaan industri maquiladora untuk 5.000 orang," katanya.
Di sana, segelintir dari mereka mengatakan menyambut tawaran pekerjaan dari Meksiko baru-baru ini sementara AS tidak bersahabat dalam menerima mereka.
Pemerintah Meksiko pada pekan lalu mengulangi tawaran pekerjaan kepada para pengungsi itu, dengan mengatakan bahwa mereka yang memiliki status hukum dapat mengisi ribuan lowongan, sebagian besar di "maquiladoras", menjadi buruh pabrik.
Sejak tiba di perbatasan pada pekan lalu, mereka ditolak masuk melalui gerbang penghubung Meksiko dengan Amerika Serikat.
Puluhan dari kebanyakan orang Honduras itu menunggu dalam antrean untuk mandi dan mencuci pakaian, yang kotor akibat perjalanan 2.600 mil (4.000 kilometer lebih) tanpa henti.
Beberapa anggota kafilah itu, yang meninggalkan kota kejahatan San Pedro Sula, Honduras, pada 13 Oktober, mengatakan kepada Reuters bahwa mereka bersedia tinggal di Meksiko daripada menghadapi penolakan di seberang perbatasan tersebut.
"Kalau dapat pekerjaan, kami akan tinggal. Ini sangat melelahkan," kata Orbelina Orellana, ibu berusia 26 tahun dengan tiga anak, menunggu di penampungan Alfa dan Omega di kota Mexicali, yang berbatasan dengan Calexico, California.
"Saya banyak menangis karena tidak bisa memberi mereka makan seperti yang saya inginkan," kata Orellana tentang anak-anaknya, "Saya hanya ingin mendapat kesempatan."
Sesudah dihentikan sebentar polisi antihuru-hara Meksiko di persimpangan jalan raya dua negara bagian Meksiko selatan pada akhir bulan lalu, selusin pengungsi mengatakan kepada Reuters bahwa mereka menolak tawaran itu, lebih memilih mencoba peruntungan di Amerika Serikat.
Tapi, pada Sabtu, beberapa orang mengatakan telah berubah pikiran.
"Kami berpikir menyeberang ke Amerika Serikat, tapi mereka mengatakan itu hampir tidak mungkin," kata Mayra Gonzalez, 32, yang berjalan dengan kedua anaknya, "Kami tidak bisa dalam keadaan kelaparan sambil menunggu apakah mereka akan memberi suaka. Lebih baik bekerja, dengan rahmat Tuhan, di Meksiko sini."
Dalam pembalikan kebijakan lama Amerika Serikat, pemerintah Presiden Donald Trump pada pekan lalu mulai menegakkan aturan baru, yang membatasi hak suaka siapa pun yang datang tanpa dokumen di perbatasan Amerika Serkat.
Trump pada awal bulan ini mengerahkan hampir 6.000 tentara di sepanjang perbatasan negaranya dengan Meksiko.
Ketika melaju ke utara melalui Meksiko, kelompok pengungsi itu dibantu pejabat dan penduduk setempat, yang memberikan makanan, pakaian dan bahkan tumpangan gratis di perjalanan harian, yang rata-rata 30 mil (48 kilometer) sehari, sebagian besar dengan berjalan kaki.
Tapi sambutan itu menjadi terasa lebih dingin ketika rombongan mencapai perbatasan tersebut.
Di Tijuana, kota yang sejak lama terbiasa dengan pendatang dalam perjalanan, orang-orang yang dipulangkan serta mereka yang mencari kesenangan di Amerika Serikat, penduduknya pada pekan lalu melempari para pengungsi dengan batu, menyuruh mereka pulang.
Tapi, beberapa orang mengatakan warga Amerika Tengah itu dapat membantu meningkatkan perekonomian setempat.
"Kami tidak menentang perpindahan," kata Ulises Araiza, ketua Perhimpunan Sumber Daya Manusia Industri di Tijuana, kepada Reuters.
"Kami tahu keadaan di negara mereka. Tapi, kami juga mendukung perintah untuk menyatukan mereka dengan bidang tenaga kerja, karena hanya di Tijuana kami memiliki permintaan industri maquiladora untuk 5.000 orang," katanya.
Credit antaranews.com