TEL AVIV
- Pengerahan sistem pertahanan rudal S-300 Rusia di Suriah dinilai
belum bisa mengakhiri operasi militer Israel di kawasan itu. Penilaian
itu disampaikan Avigdor Eskin, komentator politik Israel.
"Israel mampu mengatasi S-300 dan S-400," kata Eskin kepada Sputnik, Sabtu (17/11/2018). "Faktanya, Angkatan Udara Israel (IAF) berhasil melakukannya beberapa kali di Suriah," ujarnya.
Terlepas dari kemampuan itu, lanjut dia, Israel tidak memiliki niat untuk merusak hubungan kerja dengan Moskow.
"Masalahnya agak politis dan bukan militer," kata Eskin. "Israel tidak ingin merusak hubungan yang positif dan konstruktif dengan Rusia. Kami tidak ingin menunjukkan superioritas kami yang jauh lebih maju atas pasukan udara Rusia. Kami tidak memiliki niat untuk mengendalikan Suriah dan oleh karena itu kami akan selalu mencari kompromi yang ramah dengan Rusia," papar Eskin.
Pada bulan Oktober, Moskow mengirimkan sistem rudal S-300 ke Suriah menyusul insiden jatuhnya pesawat pengintai Il-20 Rusia pada 17 September 2018. Pesawat itu tak sengaja ditembak jatuh sistem rudal S-200 Suriah yang sedang merespons serangan empat jet tempur F-16 Israel di Latakia.
Moskow menyalahkan IAF atas insiden yang menewaskan 15 tentara Rusia itu dengan menuduh pilot Tel Aviv menjadikan pesawat Il-20 sebagai tameng dari serangan sistem rudal S-200 Damaskus.
Namun, Tel Aviv menolak tuduhan itu dan menyalahkan kecerobohan pasukan Suriah sebagai operator S-200.
Komentar Eskin muncul sebagai tanggapan terhadap laporan pasukan Israel yang berlatih "melumpuhkan" sistem rudal surface-to-air jarak jauh S-300 buatan Rusia selama latihan militer terbaru di Yunani.
Ini bukan pertama kalinya IAF berlatih dan mencari cara untuk mengatasi sistem rudal canggih Rusia.
Pada tanggal 4 Desember 2015, Reuters mengutip sumber militer dan diplomatik juga melaporkan hal serupa. "Israel...secara diam-diam menguji cara-cara untuk mengalahkan sistem pertahanan udara canggih yang diterapkan Rusia di Timur Tengah dan yang dapat membatasi kemampuan Israel untuk menyerang di Suriah atau Iran, selama latihan militernya dengan Yunani," kata sumber tersebut.
Militer Yunani dan Israel tidak membenarkan atau membantah apakah mereka menggunakan sistem rudal S-300 selama latihan militer di Mediterania Timur selama beberapa kali, termasuk pada tahun 2014, 2012 dan 2010.
"Israel mampu mengatasi S-300 dan S-400," kata Eskin kepada Sputnik, Sabtu (17/11/2018). "Faktanya, Angkatan Udara Israel (IAF) berhasil melakukannya beberapa kali di Suriah," ujarnya.
Terlepas dari kemampuan itu, lanjut dia, Israel tidak memiliki niat untuk merusak hubungan kerja dengan Moskow.
"Masalahnya agak politis dan bukan militer," kata Eskin. "Israel tidak ingin merusak hubungan yang positif dan konstruktif dengan Rusia. Kami tidak ingin menunjukkan superioritas kami yang jauh lebih maju atas pasukan udara Rusia. Kami tidak memiliki niat untuk mengendalikan Suriah dan oleh karena itu kami akan selalu mencari kompromi yang ramah dengan Rusia," papar Eskin.
Pada bulan Oktober, Moskow mengirimkan sistem rudal S-300 ke Suriah menyusul insiden jatuhnya pesawat pengintai Il-20 Rusia pada 17 September 2018. Pesawat itu tak sengaja ditembak jatuh sistem rudal S-200 Suriah yang sedang merespons serangan empat jet tempur F-16 Israel di Latakia.
Moskow menyalahkan IAF atas insiden yang menewaskan 15 tentara Rusia itu dengan menuduh pilot Tel Aviv menjadikan pesawat Il-20 sebagai tameng dari serangan sistem rudal S-200 Damaskus.
Namun, Tel Aviv menolak tuduhan itu dan menyalahkan kecerobohan pasukan Suriah sebagai operator S-200.
Komentar Eskin muncul sebagai tanggapan terhadap laporan pasukan Israel yang berlatih "melumpuhkan" sistem rudal surface-to-air jarak jauh S-300 buatan Rusia selama latihan militer terbaru di Yunani.
Ini bukan pertama kalinya IAF berlatih dan mencari cara untuk mengatasi sistem rudal canggih Rusia.
Pada tanggal 4 Desember 2015, Reuters mengutip sumber militer dan diplomatik juga melaporkan hal serupa. "Israel...secara diam-diam menguji cara-cara untuk mengalahkan sistem pertahanan udara canggih yang diterapkan Rusia di Timur Tengah dan yang dapat membatasi kemampuan Israel untuk menyerang di Suriah atau Iran, selama latihan militernya dengan Yunani," kata sumber tersebut.
Militer Yunani dan Israel tidak membenarkan atau membantah apakah mereka menggunakan sistem rudal S-300 selama latihan militer di Mediterania Timur selama beberapa kali, termasuk pada tahun 2014, 2012 dan 2010.
Ketika
ditanya apakah Israel berusaha merusak aktivitas militer Moskow di
Timur Tengah pada umumnya dan Suriah pada khususnya, Eskin mencatat
bahwa Tel Aviv "puas dengan apa yang dilakukan Rusia di Suriah."
"Seluruh hasil dari perang ini bagi kami adalah kemenangan besar Israel," katanya. "Seperti yang Anda ketahui, Suriah tidak pernah mengakhiri status perang de jure vis-à-vis Israel," ujarnya.
Suriah dan Israel secara teknis berada dalam keadaan perang sejak berdirinya negara Israel pada 1948. Damaskus masih terus menjadi bagian dari Liga Arab yang memboikot Israel.
"Saat tentara mereka diperkirakan pada tahun 2011 mencapai lebih dari 300.000 personel, hari ini sekitar 25.000," imbuh dia. "Dan tidak ada kehadiran militer Israel di Suriah. Jadi tidak ada yang perlu kami keluhkan."
"Seluruh hasil dari perang ini bagi kami adalah kemenangan besar Israel," katanya. "Seperti yang Anda ketahui, Suriah tidak pernah mengakhiri status perang de jure vis-à-vis Israel," ujarnya.
Suriah dan Israel secara teknis berada dalam keadaan perang sejak berdirinya negara Israel pada 1948. Damaskus masih terus menjadi bagian dari Liga Arab yang memboikot Israel.
"Saat tentara mereka diperkirakan pada tahun 2011 mencapai lebih dari 300.000 personel, hari ini sekitar 25.000," imbuh dia. "Dan tidak ada kehadiran militer Israel di Suriah. Jadi tidak ada yang perlu kami keluhkan."
Credit sindonews.com