SEOUL
- Korea Utara (Korut) memobilisasi rombongan pesawat tempur dan
memperkuat sistem pertahanan pesisirnya setelah pekan lalu pesawat
pembom B-1B Amerika Serikat (AS) bermanuver di Semenanjung Korea.
Aktivitas militer Pyongyang ini diungkap intelijen Korea Selatan (AS)
yang melakukan pemantauan.
Pada hari Sabtu, 23 September, AS menerbangkan pesawat pembom B-1B Lancer dari Pangkalan Angkatan Udara Anderson di Guam. Pesawat pembom canggih ini dikawal oleh pesawat tempur F-15 yang terbang dari pangkalan AS di Jepang.
Meski manuver pesawat B-1B Pentagon itu berlangsung di sepanjang wilayah udara internasional, namun lokasinya berada di dekat wilayah Korut. Pyongyang sendiri memiliki sistem radar yang mampu mendeteksi pesawat asing dalam kisaran 600km, namun diragukan Korsel.
Dinas Intelijen Nasional Korea Selatan (NIS) dalam sebuah briefing di parlemen mengatakan bahwa Pyongyang terlihat menyesuaikan kembali sistem persenjataannya.
Lee Cheol-woo, Kepala Komite Intelijen Parlemen Korsel, mengatakan penyesuaian itu disebabkan oleh fakta bahwa Korea Utara tidak memiliki sistem pendeteksi pesawat asing, termasuk penerbangan terbaru pesawat pembom AS.
”Kami (anggota parlemen) mendengar (dari NIS) bahwa saat penerbangan mendekati tengah malam, Korut mungkin tidak mengantisipasi hal itu sama sekali, atau Korut mungkin tidak dapat mengambil tindakan karena tidak memiliki (kemampun) atau sistem yang tidak dapat mendeteksi dengan jelas,” kata Lee, seperti dilansir IB Times, Selasa (26/9/2017).
Pengungkapan intelijen tersebut terjadi di tengah ancaman Korut yang akan menembak jatuh pesawat pembom Washington. Menteri Luar Negeri Korut Ri Yong-ho kepada wartawan di New York pada hari Senin, mengklaim bahwa AS telah mengumumkan perang terhadap Pyongyang sehingga menjadi hak negaranya untuk menembak jatuh pesawat pembom Pentagon termasuk jika tidak berada di wilayah udara Korut.
Namun, Gedung Putih telah menolak klaim diplomat Pyongyang itu. Juru bicara Gedung Putih Sarah Sanders menyebut klaim tersebut tidak masuk akal.
“Tidaklah pantas bagi sebuah negara untuk menembak jatuh pesawat negara lain saat melintasi (wilayah udara) perairan internasional. Tujuan kami masih sama. Kami terus mencari denuklirisasi damai semenanjung Korea,” ujar Sanders.
Pada hari Sabtu, 23 September, AS menerbangkan pesawat pembom B-1B Lancer dari Pangkalan Angkatan Udara Anderson di Guam. Pesawat pembom canggih ini dikawal oleh pesawat tempur F-15 yang terbang dari pangkalan AS di Jepang.
Meski manuver pesawat B-1B Pentagon itu berlangsung di sepanjang wilayah udara internasional, namun lokasinya berada di dekat wilayah Korut. Pyongyang sendiri memiliki sistem radar yang mampu mendeteksi pesawat asing dalam kisaran 600km, namun diragukan Korsel.
Dinas Intelijen Nasional Korea Selatan (NIS) dalam sebuah briefing di parlemen mengatakan bahwa Pyongyang terlihat menyesuaikan kembali sistem persenjataannya.
Lee Cheol-woo, Kepala Komite Intelijen Parlemen Korsel, mengatakan penyesuaian itu disebabkan oleh fakta bahwa Korea Utara tidak memiliki sistem pendeteksi pesawat asing, termasuk penerbangan terbaru pesawat pembom AS.
”Kami (anggota parlemen) mendengar (dari NIS) bahwa saat penerbangan mendekati tengah malam, Korut mungkin tidak mengantisipasi hal itu sama sekali, atau Korut mungkin tidak dapat mengambil tindakan karena tidak memiliki (kemampun) atau sistem yang tidak dapat mendeteksi dengan jelas,” kata Lee, seperti dilansir IB Times, Selasa (26/9/2017).
Pengungkapan intelijen tersebut terjadi di tengah ancaman Korut yang akan menembak jatuh pesawat pembom Washington. Menteri Luar Negeri Korut Ri Yong-ho kepada wartawan di New York pada hari Senin, mengklaim bahwa AS telah mengumumkan perang terhadap Pyongyang sehingga menjadi hak negaranya untuk menembak jatuh pesawat pembom Pentagon termasuk jika tidak berada di wilayah udara Korut.
Namun, Gedung Putih telah menolak klaim diplomat Pyongyang itu. Juru bicara Gedung Putih Sarah Sanders menyebut klaim tersebut tidak masuk akal.
“Tidaklah pantas bagi sebuah negara untuk menembak jatuh pesawat negara lain saat melintasi (wilayah udara) perairan internasional. Tujuan kami masih sama. Kami terus mencari denuklirisasi damai semenanjung Korea,” ujar Sanders.
Credit sindonews.com
Antisipasi Jet Pengebom AS, Korut Kerahkan Pesawat Militer
Ilustrasi jet tempur. (Reuters/Maxim Shemetov)
Jakarta, CB --
Korea Utara dilaporkan menyiagakan pertahanan dengan mengerahkan sejumlah pesawat militer ke sekitar pantai timurnya.
Badan Intelijen Korea Selatan melaporkan pergerakan ini dilakukan Pyongyang setelah pesawat pengebom dan sejumlah jet tempur milik Amerika Serikat terbang di wilayah udara internasional di lepas pantai Korut pada akhir pekan lalu.
Dikutip Reuters, kantor berita Yonhap melaporkan Korut tetap tidak segera mengetahui dan merespons pergerakan tersebut, meski AS tampak sengaja mengirim sinyal dengan mempublikasikan patroli angkatan udaranya itu.
Padahal, Korut diketahui memiliki sistem radar yang mampu mendeteksi pergerakan benda asing dengan jangkauan hingga 600 kilometer.
Pentagon mengatakan manuver pesawat itu dilakukan untuk menunjukkan bahwa AS memiliki banyak opsi, termasuk kapabilitas militer skala penuh, untuk menghadapi ancaman Korut.
Menanggapi hal ini, Menteri Luar Negeri Ri Yong Ho mengatakan Korut bisa meluncurkan aksi balasan termasuk menembak jatuh pesawat-pesawat AS tersebut.
Badan Intelijen Korea Selatan melaporkan pergerakan ini dilakukan Pyongyang setelah pesawat pengebom dan sejumlah jet tempur milik Amerika Serikat terbang di wilayah udara internasional di lepas pantai Korut pada akhir pekan lalu.
Dikutip Reuters, kantor berita Yonhap melaporkan Korut tetap tidak segera mengetahui dan merespons pergerakan tersebut, meski AS tampak sengaja mengirim sinyal dengan mempublikasikan patroli angkatan udaranya itu.
Padahal, Korut diketahui memiliki sistem radar yang mampu mendeteksi pergerakan benda asing dengan jangkauan hingga 600 kilometer.
Pentagon mengatakan manuver pesawat itu dilakukan untuk menunjukkan bahwa AS memiliki banyak opsi, termasuk kapabilitas militer skala penuh, untuk menghadapi ancaman Korut.
Menanggapi hal ini, Menteri Luar Negeri Ri Yong Ho mengatakan Korut bisa meluncurkan aksi balasan termasuk menembak jatuh pesawat-pesawat AS tersebut.
"Kami bahkan bisa menembak mereka [jet tempur AS] saat tidak berada di
dalam wilayah udara kami," kata Ri kepada wartawan di sela Sidang Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York.
Ri bahkan menganggap Presiden Donald trump telah mendeklarasikan perang melalui kicauan yang menyebut rezim Kim Jong-un tidak akan bertahan lama.
Ri bahkan menganggap Presiden Donald trump telah mendeklarasikan perang melalui kicauan yang menyebut rezim Kim Jong-un tidak akan bertahan lama.
"Seluruh
dunia harus tahu dan mengingat dengan jelas bahwa AS lah yang pertama
kali mendeklarasikan perang terhadap kami [Korut]. Pertanyaan mengenai
siapa yang tidak akan lama lagi bertahan akan terjawab," ucap Ri.
Ketegangan di Semenanjung Korea semakin tak bisa dihindari setelah Korut meluncurkan uji coba nuklir keenamnya pada 3 September lalu. Tensi antara AS dan Korut pun semakin memanas setelah pemimpin kedua negara terus melontarkan ancaman dan penghinaan terhadap satu sama lain dalam beberapa hari terakhir.
Ketegangan di Semenanjung Korea semakin tak bisa dihindari setelah Korut meluncurkan uji coba nuklir keenamnya pada 3 September lalu. Tensi antara AS dan Korut pun semakin memanas setelah pemimpin kedua negara terus melontarkan ancaman dan penghinaan terhadap satu sama lain dalam beberapa hari terakhir.
Dalam pidatonya di Majelis Umum PBB, Trump mengancam akan menghancurkan
Korut dan menyebut Kim Jong-un sebagai "manusia roket" yang sedang bunuh
diri dengan terus meluncurkan provokasinya.
Menanggapi pernyataan itu, Kim Jong-un menyerang balik Trump dengan menyebutnya sebagai "orang tua gila." Korut juga memperingatkan bahwa AS akan membayar segala ancamannya kepada Korut "dengan mahal."
Menanggapi pernyataan itu, Kim Jong-un menyerang balik Trump dengan menyebutnya sebagai "orang tua gila." Korut juga memperingatkan bahwa AS akan membayar segala ancamannya kepada Korut "dengan mahal."
Credit cnnindonesia.com