Provokasi Kim Jong-un yang terus ditimpali oleh AS disebut bisa berujung pada pertempuran sesungguhnya. (KCNA via REUTERS)
Meski kedua negara tidak secara langsung mengambil posisi berperang, pamer kekuatan militer yang diwarnai silih ancam kemungkinan besar mengakibatkan hasil yang buruk, kata Rodger Baker, Wakil Presiden Analisis Strategis Stratfor.
"Korea Utara berasumsi ancaman itu bisa cukup untuk menahan AS beraksi, tapi AS bisa jadi sama-sama berpikir demikian, jadi akhirnya terjadi situasi di mana provokasi dari satu sisi dipandang sebagai langkah nyata menuju perang," ujarnya, Rabu (28/9).
Korea Utara baru-baru ini memindahkan sejumlah pesawat tempurnya ke pesisir timur untuk merespons jet pengebom B1-B milik AS yang terbang di ruang udara internasional dekat Korut. Sementara itu, Menteri Luar Negeri Ri Yong-ho mengatakan pihaknya siap menembak pesawat Amerika yang mengancam wilayahnya.
Baker khawatir langkah apapun yang diambil Korea Utara untuk membayangi atau menyerang pesawat Amerika Serikat bisa berujung pada konflik yang tak disengaja.
"Mereka tidak tahu bagaimana cara menghadapi satu sama lain dalam situasi ini, mereka tidak tahu cara membaca tindakan masing-masing pihak, jadi konflik tak disengaja bisa saja terjadi dan Korea Utara, lagi-lagi, mungkin terlalu jemawa."
Namun, Baker menambahkan bahwa kedua pihak belum melakukan pergerakan besar-besaran atau mengevakuasi warga sipil sehingga kemungkinan perang skala penuh masih belum terlihat.
"Kami tidak melihat AS mengambil langkah untuk dengan cepat mengurangi jumlah warga sipil dan personel militer di Korea Selatan ... di saat yang sama, retorika mereka terus meningkatkan potensi konflik tak disengaja," ujarnya kepada CNN.
Sementara itu, Euan Graham, direktur Program Keamanan Internasional di Institut Lowy Sydney, mengatakan AS kemungkinan besar tidak akan lebih dulu menyerang Korut. Sementara itu, setiap ancaman yang dilontarkan Trump hanya akan memperburuk citranya di mata internasional.
"Ketika ancaman yang dilontarkan tidak direalisasi, kredibilitas AS tercoreng, baik di mata Korea Utara maupun para sekutunya," kata Graham.
"AS kemungkinan tidak akan mau terlibat dalam perang pencegahan melawan Korea Utara, jadi masalahnya lebih pada risiko tak sengaja berperang karena Korea Utara memutuskan untuk mengeskalasi atau mereka meyakini hal AS ingin melakukan serangan pencegahan atau penyingkiran kekuasaan."
Hanya saja, Korea Utara dinilai tidak bisa merealisasikan ancaman-ancaman yang terus dilontarkannya itu. Bruce Bennett, pakar militer dari Rand Corporation, menyoroti ancaman menembak jet pengebom AS yang dia sebut berada di luar kapasitas pasukan Kim Jong-un.
Kim Jong-un dinilai bakal jadi orang yang lebih dulu memicu pertempuran. (KCNA via REUTERS)
|
"Jika Korea Utara mencoba untuk mengepung pengawal F-15 itu dengan mengirim puluhan jet tempur mereka, Amerika Serikat bakal tahu hal itu terjadi dan menjauh dari Korea Utara menuju Jepang," kata Benett sebagaimana dikutip Reuters.
Korea Utara bisa saja menembakkan rudal dari darat ke udara untuk menembak pesawat-pesawat itu. Namun, sistem pertahanan mereka dinilai tidak cukup kuat untuk mencapai sasaran yang berada di luar wilayahnya.
"Jika pesawat AS tetap berada di lepas pantai, mereka cukup aman," kata Michael Elleman, pakar rudal di Institut Studi Strategis Internasional.
Credit cnnindonesia.com