Selasa, 04 April 2017

Siapa Akbarzhon Jalilov, Pelaku Pengeboman St Petersburg?


Seorang pria meletakkan bunga mengenang korban ledakan kereta bawah tanah St Petersburg di depan dinding Kremlin di Moskow, Rusia, Selasa (4/4).
Seorang pria meletakkan bunga mengenang korban ledakan kereta bawah tanah St Petersburg di depan dinding Kremlin di Moskow, Rusia, Selasa (4/4).

CB, ST PETERSBURG -- Pelaku pengeboman di stasiun bawah tanah St Petersburg, Rusia diidentifikasi bernama Akbarzhon Jalilov (23 tahun).
Menurut layanan keamanan Kyrgyzstan, Jalilov merupakan penduduk asli Kyrgyzstan yang telah memperoleh kewarganegaraan Rusia. Kyrgyzstan adalah negara mayoritas Muslim yang bersekutu dengan Rusia.

Jalilov yang melakukan aksi bom bunuh diri ini diketahui lahir di Osh pada 1995. Kantor berita Interfax melaporkan, pria tersebut dikenal memiliki hubungan dengan kelompok Islam radikal.

Jalilov tewas dalam ledakan dan telah diidentifikasi melalui jenazahnya. Juru bicara presiden Rusia, Dmitry Peskov belum memberikan komentar terkait pelaku pengeboman.

Ledakan bom yang terjadi pada Senin (3/4) tersebut telah menewaskan sedikitnya 11 orang dan melukai 45 lainnya. Laporan awal menyebutkan ada dua ledakan, masing-masing satu di stasiun bawah tanah Sennaya Ploshchad dan di stasiun bawah tanah Tekhnologichesky Institut.

Namun Komite Nasional Antiteroris Rusia kemudian menegaskan hanya ada satu ledakan di antara dua stasiun itu. Ledakan terdengar sekitar pukul 14.30 waktu setempat.

Menteri Kesehatan Rusia Veronika Skvortsova mengatakan tujuh orang tewas di lokasi kejadian. Satu korban tewas di dalam ambulan dan tiga korban lainnya meninggal dunia di rumah sakit.

Kepala Komite Nasional Antiteroris, Andrei Przhezdomsky mengatakan ledakan itu berasal dari alat peledak yang tak dikenal. Komite juga menemukan alat peledak di stasiun llain yaitu stasiun Ploshchad Vosstaniya, yang menunjukkan serangan teror telah terkoordinasi dengan baik.

Peneliti senior Rusia, Svetlana Petrenko mengatakan keputusan masinis untuk melanjutkan jalannya kereta ke stasiun berikutnya telah membantu menyelamatkan banyak nyawa. Hal itu memungkinkan orang untuk bisa diselamatkan dengan cepat.

Stasiun bawah tanah St Petersburg biasa digunakan oleh lebih dari dua juta penumpang setiap hari. Stasiun ini sebelumnya belum pernah mendapatkan serangan teror.


Dilansir dari BBC, beberapa layanan transportasi Rusia pernah diserang. Pada 2010, 38 orang tewas dalam serangan bom bunuh diri ganda di stasiun bawah tanah Moskow.

Setahun kemudian, sebuah bom meledak di sebuah kereta api berkecepatan tinggi yang sedang melakukan perjalanan dari Moskow ke St Petersburg. Insiden itu menewaskan 27 orang dan melukai 130 lainnya. Kedua serangan itu diklaim dilakukan oleh kelompok-kelompok Islam radikal.

Media pemerintah Kyrgyzstan mengatakan, layanan keamanan negara itu terus menjalin kontak dengan dinas rahasia Rusia untuk penyelidikan lebih lanjut. Pihak berwenang di St Petersburg telah menyatakan tiga hari berkabung.

Presiden Rusia Vladimir Putin yang berada di St Petersburg ketika ledakan terjadi, mengunjungi tempat kejadian pada Senin (3/4) malam. Ia meletakkan karangan bunga di lokasi kejadian.

Para pemimpin dunia turut mengutuk ledakan itu. Gedung Putih menyatakan, Presiden Donald Trump telah berbicara dengan Putin melalui telepon dan menawarkan dukungan penuh untuk membawa pelaku yang bertanggung jawab ke pengadilan.

"Baik Presiden Trump dan Presiden Putin sepakat terorisme harus secara tegas dan cepat dikalahkan," kata Gedung Putih di sebuah pernyataan.

Kanselir Jerman Angela Merkel menggambarkan ledakan itu sebagai tindakan barbar. Sedangkan kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini mengatakan Eropa mendukung orang-orang Rusia.



Credit  REPUBLIKA.CO.ID