BRUSSELS
- Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO menganggap aksi campur
tangan Rusia dalam pemilu Amerika Serikat (AS) sebagai “tindakan
perang”. Menurut NATO aksi Rusia itu sama halnya dengan meminta respons
militer.
Komentar itu disampaikan Wakil Panglima Tertinggi NATO
untuk Eropa Jenderal Sir Adrian Bradshaw. Jenderal Inggris ini juga
menuduh Rusia melakukan “kampanye disinformasi internasional” melalui
media-media Moskow seperti Sputnik News dan Russia Today.
Kampanye
disinformasi oleh Rusia itu, ujar dia, juga masuk definisi ”serangan”.
Menurut perjanjian di keanggotaan NATO, setiap serangan bersenjata
terhadap salah satu atau lebih anggota NATO akan dianggap sebagai
serangan terhadap seluruh anggota aliansi.
”Ini merupakan
keputusan politik, tapi tidak keluar dari pertanyaan bahwa ini agresi,
agresi terang-terangan, dalam sebuah domain selain perang konvensional
yang mungkin dianggap terkait Pasal Lima,” kata Bradshaw kepada The Times.
Pasal
Lima dalam aturan NATO menyatakan bahwa serangan terhadap salah satu
negara anggota NATO akan menjadi serangan pada seluruh anggota
aliansi.”(Pasal Lima) ini akan berlaku, ketika itu dinyatakan,” ujarnya,
yang dilansir Sabtu (4/3/2017).
Bradshaw menambahkan bahwa
organisasi NATO telah menyatakan dunia maya sebagai domain dalam
peperangan bersama dengan udara, maritim, pasukan khusus dan darat.
”Sulit
untuk membayangkan konflik di masa depan yang tidak termasuk unsur maya
yang substansial,” ujarnya mengacu pada serangan cyber yang dijalankan
para hacker Rusia.
”Ini bukan hanya ancaman serangan militer
secara terang-terangan, tapi itu langkah-langkah lain, termasuk kegiatan
rahasia, paramiliter, dan non-militer, beberapa di antaranya akan
dikoordinasikan oleh lengan intelijen Rusia,” kata Bradshaw.
Rusia
sudah berkali-kali menyangkal tuduhan telah ikut campur pemilu AS.
Rusia menganggap tuduhan itu disuarakan kubu partai Demokrat AS yang
tidak terima dengan kekalahan dari Partai Republik di pemilu AS.
Credit sindonews.com