Menlu Julie Bishop diunggulkan sebagai pengganti Abbott.
CB - Hampir setahun masa jabatannya, Perdana Menteri (PM) Australia Tony Abbott tampak tertatih-tatih dan salah langkah, dengan melambatnya perekonomian, serta popularitas yang jatuh ke tingkat terendah.
Dilansir Reuters, Senin, 1 Desember 2014, spekulasi meningkat bahwa Abbott akan kesulitan untuk bisa selamat menyelesaikan satu periode kepemimpinan. Dia berhadapan dengan anjloknya harga komoditas.
Juga konflik dengan Senat, yang telah menyandera anggaran sejak Mei. Para pemilih telah meninggalkan kubu konservatif pendukung Abbott, lebih cepat dari yang pernah terjadi selama tiga dekade terakhir.
Publik Australia semakin yakin dengan kubu oposisi Partai Buruh, yang menggambarkan Abbott sebagai hipokrit, setelah dia mengeluarkan beberapa kebijakan yang bertolak belakang, dengan janji yang dibuatnya saat kampanye.
Diantaranya adalah pemangkasan anggaran bagi ABC, yang membuat media pemerintah itu harus mengurangi ratusan pekerjanya. Abbott menjadi pemimpin oposisi yang efektif, saat Partai Buruh berkuasa.
Dia menyerang dengan kejam mantan PM Julia Gillard dan Kevin Rudd. Tapi kualitasnya tidak terlihat saat dia menjabat sebagai PM. Demikian disampaikan Andrew Hughes, akademisi dari Universitas Nasional Australia.
Pada jajak pendapat terakhir, yang dilakukan Newspoll, November lalu, Partai Oposisi berhasil unggul dengan 55 persen suara, sementara pemerintahan Abbott hanya 45 persen. Perombakan kabinet diyakini akan terjadi.
Tapi, kata Hughes, pergantian kepemimpinan (PM) mungkin juga tidak terhindarkan. Hughes menyebut Menteri Luar Negeri Julie Bishop yang popularitasnya sedang naik, berpotensi menjadi pengganti Abbott.
"Jika angka-angka itu (tingkat kepercayaan publik) tidak berubah, mereka harus mempertimbangkan itu (penggantian PM). Mereka tidak punya pilihan," ujar Hughes.
Credit VIVAnews