"Penelitian peradaban manusia masa lampau ini penting untuk diketahui karena bisa mengangkat jati diri bangsa Indonesia," kata Kepala Pusat Arkeologi Nasional, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Dr. Bagyo Prasetyo usai Seminar di UI Depok, awal pekan ini.
Menurut dia dilihat dari bangunan yang ada di Situs Gunung Padang ini bangsa kita pada masa lampau mempunyai budaya yang luhur dan hidup dalam bergotong royong.
"Kita ini bangsa yang khas dan mempunyai budaya luhur dan bergotong royong. Ini harusnya menjadi contoh yang baik bagi kehidupan berbansga dan bernegara saat ini," ujarnya.
Ia mengatakan pihaknya telah melakukan penelitian Situs Gunung Padang itu sejak 1979 hingga 1984 dan dilanjutkan dengan penelitian-penelitian berikutnya.
Bagyo menegaskan bahwa Situs Gunung Padang merupakan punden berundak yang diperkuat dengan bongkahan batu dan menolak Situs Gunung Padang berbentuk piramida.
Menurut dia, piramida merupakan bangunan dari batu yang berbentuk limas sementara Situs Gunung Pandang hanyalah undak tanah.
"Dari Aspek morfologi merupakan punden berundak bukan piramida," katanya.
Sementara itu Arkeolog Universitas Indonesia Ali Akbar mengatakan perbedaan hasil penelitian karena memang aspek yang diteliti berbeda, jadi kalau hasilnya beda tentu saja.
"Saya melakukan penelitian dibawah permukaan tanah tentunya beda dengan penelitian yang berada di permukaan tanah," ujarnya.
Ali Akbar menyatakan adanya kemungkinan Situs Gunung Padang berbentu piramida seperti bentuk candi umumnya di Indonesia pada.
"Jika melihat Situs Gunung Padang saat ini, hampir sama seperti bentuk Candi Borobudur yang hanya terlihat pucuknya," jelasnya.
Hingga saat ini pihaknya masih melakukan penelitian dan pemugaran Situs Gunung Padang untuk menemukan bentuk sebenarnya, apakah berbentuk limas atau piramida.
Menurut dia berdasarkan hasil penelitian timnya, tercatat Situs Gunung Padang terdiri atas lima teras berundak. Teras tersebut memanjang dari utara ke selatan dengan luas bangunan 3.049,59 meter per segi dan luas tanah 17.196,52 meter per segi.
Situs Gunung Padang telah dicatat oleh N.J. Krom sejak 1914. Penelitian mulai dilakukan oleh berbagai instansi sejak 1979, misalnya oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan Balai Arkeologi Bandung.
Pada 1998, pemerintah telah menetapkan situs ini sebagai Benda Cagar Budaya. Status tersebut menunjukkan bahwa situs ini penting bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan pada umumnya. Pada tahun-tahun berikutnya, beberapa instansi maupun perorangan terus melakukan penelitian di situs ini. Masyarakat juga dapat berkunjung ke situs ini sebagai wisatawan.
Pada 2011, Tim Katastropik Purba yang diinisiasi Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana melakukan riset kebencanaan di situs ini dan menyatakan terdapat kemungkinan lapisan buatan manusia (man-made) di bawah permukaan. Peryataan tersebut mengundang perhatian media massa meskipun masih dalam jumlah terbatas.
Pada 2012, Staf Khusus Presiden menginisiasi terbentuknya Tim Terpadu Riset Mandiri, dan pada 2014 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan membentuk Tim Nasional Pelestarian dan Pengelolaan Situs Gunung Padang.
Hasil penelitian tim-tim tersebut, terutama Tim Terpadu Riset Mandiri, menarik perhatian para pejabat negara sampai Presiden Republik Indonesia. Media massa dan, pada gilirannya, masyarakat luas pun akhimya mengikuti pemberitaan yang luar biasa besamya jika dibandingkan berita tentang situs arkeologi lainnya.
Credit ANTARA News