Selasa, 26 Maret 2019

Selandia Baru Usut Fungsi Intelijen Terkait Teror Masjid


Selandia Baru Usut Fungsi Intelijen Terkait Teror Masjid
Salah satu korban penembakan di Kota Christchurch, Selandia Baru saat menghadiri ibadah salat Jumat pekan lalu. (REUTERS/Edgar Su)



Jakarta, CB -- Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, memerintahkan penyelidikan independen untuk menelusuri kemungkinan intelijen dan polisi dapat mencegah teror penembakan di dua masjid Kota Chirstchurch pada 15 Maret lalu.

Ardern menuturkan penyelidikan komisi kerajaan diperlukan untuk mengetahui bagaimana Brenton Tarrant, pelaku penembakan yang merupakan warga Australia, bisa melakukan aksi terornya sendirian hingga menewaskan 50 orang jemaah.

"Adalah penting bahwa tidak ada poin yang terlewat untuk mengetahui bagaimana tindakan terorisme ini bisa terjadi dan bagaimana kami bisa menghentikannya," ucap Ardern kepada wartawan di Wellington, Senin (25/3).


"Satu pertanyaan yang perlu kami jawab adalah apakah kami bisa atau seharusnya tahu lebih banyak (sebelum teror terjadi). Selandia Baru bukan negara pengintai, tetapi pertanyaan ini perlu dijawab," paparnya.


Ardern menuturkan rincian penyelidikan oleh Komisi Kerajaan sedang dirumuskan. Ia berjanji dokumen itu akan menyeluruh dan dirilis tepat waktu.

Menurut Ardern, penyelidikan akan mencakup penelusuran terhadap kegiatan dinas intelijen, polisi, bea cukai, imigrasi, dan lembaga pemerintah terkait lainnya sebelum teror terjadi.

Sejak penembakan itu terjadi, intelijen Selandia Baru terus mendapat kritikan lantaran dianggap terlalu fokus terhadap ancaman kelompok ekstremis Islam, dan luput memperhatikan ancaman dari kelompok radikal lainnya.

Sementara itu, seluruh korban penembakan kemarin merupakan umat Muslim. Pembantaian juga dilakukan oleh seorang pria yang mengaku dirinya penganut pemikiran supremasi kulit putih, yang meyakini bahwa umat Muslim ingin "menyerang" negara-negara Barat.


Meski begitu, Ardern mengesampingkan Selandia Baru akan memberlakukan kembali hukuman mati untuk menghukum Tarrant.

Pernyataan itu diutarakan Ardern menanggapi komentar kontroversial Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, yang menyebut negaranya siap menghukum Tarrant jika Selandia Baru tak mau melakukannya.

Erdogan mendesak Selandia Baru untuk menerapkan hukuman mati terhadap pria 28 tahun itu.

Selain desakan itu, Erdogan juga membuat marah Selandia Baru lantaran memutar potongan rekaman teror Christchurch yang dilakukan Tarrant.

Padahal, Selandia Baru telah meminta seluruh masyarakat dan media sosial untuk tak menyebarkan serta menayangkan rekaman tersebut.


"Video tidak boleh disebarkan. Itu adalah konten yang berbahaya," ucap Ardern seperti dikutip AFP.





Credit  cnnindonesia.com