Ilustrasi (REUTERS/Beawiharta)
Jakarta, CB -- Ratusan orang tewas dalam penyerangan yang terjadi di Desa Ogossogou, Mali, Afrika Barat, Sabtu (23/3). Aksi kekerasan yang menyerang kaum Fulani itu dilaporkan merenggut 115 nyawa di antaranya.
"Korban tewas sebanyak 115 orang ini adalah pembantaian warga sipil Fulani oleh kelompok pemburu Dogon," ujar Walikota Oenkoro, sebagai kota terdekat, Cheick Harouna Sankare, mengutip AFP.
Sankare mengatakan, jumlah korban tewas terus bertambah. Kini, seluruh jenazah warga Fulani sudah ditemukan.
Mayoritas korban tewas akibat tusukan senjata tajam dan tembakan senjata api. Beberapa sumber menyebut, penyerangan terjadi pada Sabtu dini hari. Pasukan keamanan Mali baru tiba sore hari di lokasi penyerangan.
"Korban tewas sebanyak 115 orang ini adalah pembantaian warga sipil Fulani oleh kelompok pemburu Dogon," ujar Walikota Oenkoro, sebagai kota terdekat, Cheick Harouna Sankare, mengutip AFP.
Sankare mengatakan, jumlah korban tewas terus bertambah. Kini, seluruh jenazah warga Fulani sudah ditemukan.
Mayoritas korban tewas akibat tusukan senjata tajam dan tembakan senjata api. Beberapa sumber menyebut, penyerangan terjadi pada Sabtu dini hari. Pasukan keamanan Mali baru tiba sore hari di lokasi penyerangan.
Secara terpisah, dua saksi yang ditemui AFP menyebutkan bahwa pemburu Dogon membakar hampir seluruh pondok di desa tersebut.
Pembantaian ini terjadi saat delegasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berkunjung ke wilayah Sahel. Melalui twitter resmi, PBB mengutuk serangan terhadap warga sipil dan meminta pihak berwenang di Mali menyelidiki kejadian tersebut.
Para duta besar pun langsung melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri Mali Soimeylou Boubeye Maiga guna membahas gejolak yang sedang terjadi di Mali.
Penyerangan ini bukanlah yang pertama terjadi di Mali. Pembantaian ini dipicu oleh persoalan ternak di tanah Dogon serta perselisihan akses tanah dan air. Terlebih, kawasan itu juga terganggu oleh pengaruh jihadis.
Dalam empat tahun terakhir, pejuang jihadis muncul sebagai ancaman di Mali tengah. Kelompok yang dipimpin oleh pengkohtbah Islam radikal Amadou Koufa melakukan perekrutan dari komunitas Muslim Fulani.
Pembantaian ini terjadi saat delegasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berkunjung ke wilayah Sahel. Melalui twitter resmi, PBB mengutuk serangan terhadap warga sipil dan meminta pihak berwenang di Mali menyelidiki kejadian tersebut.
Para duta besar pun langsung melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri Mali Soimeylou Boubeye Maiga guna membahas gejolak yang sedang terjadi di Mali.
Penyerangan ini bukanlah yang pertama terjadi di Mali. Pembantaian ini dipicu oleh persoalan ternak di tanah Dogon serta perselisihan akses tanah dan air. Terlebih, kawasan itu juga terganggu oleh pengaruh jihadis.
Dalam empat tahun terakhir, pejuang jihadis muncul sebagai ancaman di Mali tengah. Kelompok yang dipimpin oleh pengkohtbah Islam radikal Amadou Koufa melakukan perekrutan dari komunitas Muslim Fulani.
Seiring dengan itu, bentrokan antara penggembala Fulani dan kelompok
etnis Dogon terus terjadi. Tak tanggung-tanggung, bentrokan itu
menewaskan 500 orang pada tahun lalu.
Pada Januari 2019, kelompok Dogon menyerang kelompok Fulani di desa lain dan menewaskan 37 orang di antaranya. Kelompok Fulani sebenarnya telah beberapa kali meminta perlindungan dari pihak berwenang.
Pemerintah setempat pun membantah bahwa mereka seakan menutup mata terhadap serangan Dogon kepada Fulani. Pada 2015 lalu, pemerintah Mali telah menandatangani perjanjian perdamaian dengan beberapa kelompok bersenjata. Sayangnya, jihadis tetap aktif dan sebagian besar wilayah di negara itu tetap berjalan tanpa hukum.
Pada Januari 2019, kelompok Dogon menyerang kelompok Fulani di desa lain dan menewaskan 37 orang di antaranya. Kelompok Fulani sebenarnya telah beberapa kali meminta perlindungan dari pihak berwenang.
Pemerintah setempat pun membantah bahwa mereka seakan menutup mata terhadap serangan Dogon kepada Fulani. Pada 2015 lalu, pemerintah Mali telah menandatangani perjanjian perdamaian dengan beberapa kelompok bersenjata. Sayangnya, jihadis tetap aktif dan sebagian besar wilayah di negara itu tetap berjalan tanpa hukum.
Credit cnnindonesia.com