CB, Jakarta - Para mantan anggota Partai Thai Raksa Chart berencana memblokade upaya pemerintah Thailand untuk mengikuti pemilu yang diselenggarakan pada 24 Maret 2019 mendatang.
Thailand saat ini dipimpin oleh militer atau disebut pemerintahan Junta yang sudah berkuasa selama hampir lima tahun. Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha, yang juga mantan panglima militer Thailand, mencalonkan diri untuk kembali duduk di kursi perdana menteri.
Dikutip dari straitstimes.com, Minggu, 10 Maret 2019, para mantan petinggi Partai Thai Raksa Chart rencananya akan menggunakan jargon 'bergerak menuju demokrasi' untuk mengkampanyekan pemulihan demokrasi penuh di Thailand. Partai Thai Raksa Chart sudah dibubarkan setelah mengusung Putri Raja Thailand, Ubolratana Rajakanya, sebagai calon perdana menteri Thailand.
Ketua bidang strategis Partai Thai Raksa Chart, Chaturon Chaisang, mengatakan para mantan pejabat tinggi Partai Thai Raksa Chart itu akan mempelajari aturan pemilu, termasuk apakah diperbolehkan membubarkan partai itu.
Para mantan anggota Partai Thai Raksa Chart sekarang berencana mendorong para pendukung mereka untuk memilih kolom golongan putih atau golput di kertas suara.
Sebelumnya pada Kamis, 7 Maret 2019, pengadilan Thailand memutuskan membubarkan Partai Thai Raksa Chart karena dianggap telah bertentangan dengan konstitusi kerajaan. Partai Thai Raksa Chart dianggap telah melanggar aturan karena memilih Putri Ubolratana sebagai calon perdana menteri. Pencalonan itu langsung ditentang oleh Raja Thailand Maha Vajiralongkorn yang mengingatkan bahwa anggota kerajaan tidak boleh menduduki jabatan politik.
Partai Thai Raksa Chart terkait dengan mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra yang sekarang berada di pengasingan. Partai Thai Raksa Chart memiliki posisi yang sama seperti Partai Pheu Thai, yakni berada dikubu oposisi.
Partai Pheu Thai tidak memasukkan kandidat di semua daerah pemilihan dan Partai Thai Raksa Chart diharapkan bisa mengisi kekosongan itu. Hal ini adalah bagian dari strategi untuk memaksimalkan suara bagi sekutu-sekutu Thaksin.
Thaksin atau para pendukungnya selalu memenangkan pemilu Thailand sejak 2001, namun selalu digulingkan oleh militer atau pengadilan. Hal ini bagian dari pergulatan kekuasaan kelompok itu dengan militer dan para elit Kerajaan.
Thailand saat ini dipimpin oleh militer atau disebut pemerintahan Junta yang sudah berkuasa selama hampir lima tahun. Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha, yang juga mantan panglima militer Thailand, mencalonkan diri untuk kembali duduk di kursi perdana menteri.
Dikutip dari straitstimes.com, Minggu, 10 Maret 2019, para mantan petinggi Partai Thai Raksa Chart rencananya akan menggunakan jargon 'bergerak menuju demokrasi' untuk mengkampanyekan pemulihan demokrasi penuh di Thailand. Partai Thai Raksa Chart sudah dibubarkan setelah mengusung Putri Raja Thailand, Ubolratana Rajakanya, sebagai calon perdana menteri Thailand.
Ketua bidang strategis Partai Thai Raksa Chart, Chaturon Chaisang, mengatakan para mantan pejabat tinggi Partai Thai Raksa Chart itu akan mempelajari aturan pemilu, termasuk apakah diperbolehkan membubarkan partai itu.
Para mantan anggota Partai Thai Raksa Chart sekarang berencana mendorong para pendukung mereka untuk memilih kolom golongan putih atau golput di kertas suara.
Sebelumnya pada Kamis, 7 Maret 2019, pengadilan Thailand memutuskan membubarkan Partai Thai Raksa Chart karena dianggap telah bertentangan dengan konstitusi kerajaan. Partai Thai Raksa Chart dianggap telah melanggar aturan karena memilih Putri Ubolratana sebagai calon perdana menteri. Pencalonan itu langsung ditentang oleh Raja Thailand Maha Vajiralongkorn yang mengingatkan bahwa anggota kerajaan tidak boleh menduduki jabatan politik.
Partai Thai Raksa Chart terkait dengan mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra yang sekarang berada di pengasingan. Partai Thai Raksa Chart memiliki posisi yang sama seperti Partai Pheu Thai, yakni berada dikubu oposisi.
Partai Pheu Thai tidak memasukkan kandidat di semua daerah pemilihan dan Partai Thai Raksa Chart diharapkan bisa mengisi kekosongan itu. Hal ini adalah bagian dari strategi untuk memaksimalkan suara bagi sekutu-sekutu Thaksin.
Thaksin atau para pendukungnya selalu memenangkan pemilu Thailand sejak 2001, namun selalu digulingkan oleh militer atau pengadilan. Hal ini bagian dari pergulatan kekuasaan kelompok itu dengan militer dan para elit Kerajaan.
Credit tempo.co