CB, Jakarta - Jenderal yang memimpin pasukan AS di Timur Tengah memperingatkan mundurnya ISIS dari wilayah terakhir di Suriah timur bukan kekalahan total.
Jenderal Joseph Votel, kepala Komando Pusat AS, mengatakan kepada Kongres pada hari Kamis bahwa eksodus ribuan milisi ISIS dan keluarga mereka bukan menyerah, tetapi keputusan untuk mundur ke kamp-kamp dan daerah-daerah terpencil di wilayah itu sampai mereka dapat menyusun diri kembali sebagai organisasi ekstremis sekali lagi.
"Sementara ISIS telah dihancurkan oleh Pasukan Demokrat Suriah dan pasukan koalisi, kita harus jelas untuk memahami bahwa apa yang kita lihat sekarang bukanlah penyerahan diri ISIS sebagai sebuah organisasi, tetapi keputusan yang diperhitungkan untuk menjaga keselamatan keluarga dan keberlangsungan hidup mereka. Mereka mampu memanfaatkan peluang di kamp-kamp untuk para pengungsi internal, dan akan menduduki daerah-daerah terpencil dan menunggu waktu yang tepat untuk bangkit," kata Votel kepada House Armed Services Committee, dikutip dari ABC News, 8 Maret 2019.
Warga sipil yang dievakuasi dari Baghouz menunggu di area pemeriksaan yang dikoordinir oleh Pasukan Demokrat Suriah. [CNN]
ISIS sekarang memiliki wilayah kurang dari satu kilometer persegi di kota Baghouz, dibanding area seluas 88 ribu kilometer persegi yang pernah mereka kendalikan, kata Votel.
Pasukan Demokrat Suriah (SDF), yang didukung oleh koalisi yang dipimpin AS, melanjutkan serangan di Baghouz Jumat lalu setelah mereka berhenti selama lebih dari seminggu untuk evakuasi sekitar 10.000 warga sipil dan keluarga ISIS dari Baghouz. Kemenangan SDF diperkirakan paling cepat terjadi hingga minggu depan.
Video yang diambil pada hari Kamis menunjukkan ratusan milisi ISIS secara sukarela menyerahkan diri ke SDF. Votel menyebut para pria dan perempuan yang meninggalkan kantong terakhir ISIS tidak menyesal, tidak putus asa, dan masih menyimpan benih-benih radikal.
SDF menampung lebih dari 1.000 milisi asing ISIS, bersama dengan ribuan dari Irak dan Suriah. Amerika Serikat mengupayakan anggota asing ISIS dipulangkan ke negara asal mereka, tetapi sejauh ini belum ada respon positif dari negara-negara terkait.
Jenderal Joseph Votel, kepala Komando Pusat AS, mengatakan kepada Kongres pada hari Kamis bahwa eksodus ribuan milisi ISIS dan keluarga mereka bukan menyerah, tetapi keputusan untuk mundur ke kamp-kamp dan daerah-daerah terpencil di wilayah itu sampai mereka dapat menyusun diri kembali sebagai organisasi ekstremis sekali lagi.
"Sementara ISIS telah dihancurkan oleh Pasukan Demokrat Suriah dan pasukan koalisi, kita harus jelas untuk memahami bahwa apa yang kita lihat sekarang bukanlah penyerahan diri ISIS sebagai sebuah organisasi, tetapi keputusan yang diperhitungkan untuk menjaga keselamatan keluarga dan keberlangsungan hidup mereka. Mereka mampu memanfaatkan peluang di kamp-kamp untuk para pengungsi internal, dan akan menduduki daerah-daerah terpencil dan menunggu waktu yang tepat untuk bangkit," kata Votel kepada House Armed Services Committee, dikutip dari ABC News, 8 Maret 2019.
Warga sipil yang dievakuasi dari Baghouz menunggu di area pemeriksaan yang dikoordinir oleh Pasukan Demokrat Suriah. [CNN]
ISIS sekarang memiliki wilayah kurang dari satu kilometer persegi di kota Baghouz, dibanding area seluas 88 ribu kilometer persegi yang pernah mereka kendalikan, kata Votel.
Pasukan Demokrat Suriah (SDF), yang didukung oleh koalisi yang dipimpin AS, melanjutkan serangan di Baghouz Jumat lalu setelah mereka berhenti selama lebih dari seminggu untuk evakuasi sekitar 10.000 warga sipil dan keluarga ISIS dari Baghouz. Kemenangan SDF diperkirakan paling cepat terjadi hingga minggu depan.
Video yang diambil pada hari Kamis menunjukkan ratusan milisi ISIS secara sukarela menyerahkan diri ke SDF. Votel menyebut para pria dan perempuan yang meninggalkan kantong terakhir ISIS tidak menyesal, tidak putus asa, dan masih menyimpan benih-benih radikal.
SDF menampung lebih dari 1.000 milisi asing ISIS, bersama dengan ribuan dari Irak dan Suriah. Amerika Serikat mengupayakan anggota asing ISIS dipulangkan ke negara asal mereka, tetapi sejauh ini belum ada respon positif dari negara-negara terkait.
Credit tempo.co