Rabu, 06 Maret 2019

Abstain Soal Venezuela, Dubes RI Lontarkan Kritik Tajam ke DK PBB



Seorang pria mengais tumpukan sampah di Caracas, Venezuela, 26 Februari 2019. Warga pun terpaksa mengais sampah demi mendapatkan makanan. REUTERS
Seorang pria mengais tumpukan sampah di Caracas, Venezuela, 26 Februari 2019. Warga pun terpaksa mengais sampah demi mendapatkan makanan. REUTERS

CB, Jakarta - Indonesia memilih abstain dalam pemungutan suara di Dewan Keamanan PBB atau DK PBB  mengenai 2 draf resolusi tentang krisis di Venezuela yang diajukan Amerika Serikat dan Rusia. Sebanyak 15 anggota Dewan Keamanan PBB tidak mencapai kesepakatan bulat dalam pemungutan suara pada 28 Februari 2019.
Cina dan Rusia memveto draf resolusi AS dan draf Rusia gagal mendapatkan dukungan penuh mengenai situasi di Venezuela.

Yaneidi Guzman berpose untuk foto di sebelah putrinya, Esneidy Ramirez (kanan), Steffany Perez dan Fabiana Perez, di rumah mereka di Caracas, Venezuela, 22 April 2016. Hampir dua pertiga warga Venezuela yang disurvei dalam sebuah studi universitas menyebut warga telah kehilangan rata-rata 11 kilogram berat badan di 2017. REUTERS/Carlos Garcia Rawlins
Presiden Venezuela Nicolas Maduro didukung oleh Cina dan Rusia, sedangkan pemimpin oposisi Juan Guaido mendapat dukungan dan pengakuan dari Amerika Serikat, Uni Eropa, Amerika Latin, dan sejumlah negara lainnya sebagai presiden interim Venezuela.
Lalu, mengapa Indonesia bersikap abstain mengenai krisis politik, ekonomi, dan kemanusiaan yang parah di Venezuela?
Duta Besar dan Wakil Tetap RI pada PBB, Dian Transyah Djani yang hadir dalam sidang Dewan Keamanan PBB mewakili Indonesia mengawali penjelasan dengan menegaskan sikap Indonesia tentang situasi di Venezuela selalu konsisten, jernih, dan berprinsip.

Indonesia, Dubes Djani melanjutkan, menyesalkan 15 anggota DK PBB  tidak dapat bersatu tentang cara mengatasi situasi di Venezuela. Bukti jelasnya adalah adanya dua draf resolusi yang dimajukan di Dewan Keamanan PBB."Tidak diragukan lagi ini adalah kegagalan kolektif, kegagalan kita berlima belas yang duduk di meja ini, karena kita semua hadir di sini hari ini untuk mengetahui bahwa kita tidak akan mencapai konsensus yang diperlukan untuk mengadopsi resolusi," kata Dubes Djani.
Dubes Djani kemudian menyebutkan bahwa kedua draf resolusi tidak lengkap karena tidak cukup komprehensif dan menjadi terlalu dipolitisasi. Sehingga kedua draf resolusi itu tidak bermanfaat dan tidak dapat membantu untuk memastikan kepentingan rakyat Venezuela.
Dubes Djani mengatakan, kebutuhan akan fleksibilitas di dalam Dewan Keamanan PBB dan prioritas untuk mengurangi ketegangan di Venezuela merupakan hal esensi.
"Kami ingin melihat konsep yang lebih seimbang dan mencakup keseluruhan. Kami juga akan menghargai konsultasi yang lebih menyeluruh, proses persiapan konsultasi yang melibatkan semua pihak dalam diskusi," ujarnya.

Warga mengangkut tabung gas kosong saat mencoba membeli gas di stasiun pengisian gas San Cristobal, Venezuela, 3 Agustus 2017. Kelangkaan gas ini merupakan salah satu akibat dari krisis politik Venezuela yang telah terjadi sejak beberapa bulan. REUTERS/William Urdaneta

Di akhir pernyataan sikap pemerintah Indonesia, Dubes Djani mengatakan: "Dalam segala kejujuran, saya harus mengakui bahwa delegasi saya mulai percaya bahwa dialog dan negosiasi adalah kemewahan di sini di Dewan. Saya bertanya-tanya bagaimana Dewan dapat mempromosikan dialog untuk meraih solusi yang dapat diterima secara universal, jika anggotanya sulit untuk duduk bersama dan berdialog untuk menemukan kesamaan."Meski situasinya demikian, menurut Dubes Djani, masih ada peluang untuk meraih konsensus nantinya selama Dewan Keamanan PBB memenuhi mandat dan tanggung jawabnya.
Di akhir pernyataan, Dubes Djanji mengingatkan bahwa DK PBB masih belum merampungkan tugasnya untuk membantu Venezuela dan rakyatnya menemukan penyelesaian damai dari berbagai tantangan saat ini.





Credit  tempo.co