Kamis, 27 Desember 2018

Masa Depan Dunia di Era Lomba Senjata


Reaktor Nuklir Nebraska, Amerika Serikat
Reaktor Nuklir Nebraska, Amerika Serikat
Foto: Reuters
Keluarnya AS dari kesepakatan nuklir Iran dan Rusia diyakini mendorong lomba senjata.


Oleh Redaktur Republika.co.id: Nur Aini


Keputusan Presiden Donald Trump untuk menarik AS dari dua perjanjian nuklir yakni kesepakatan nuklir Iran (JCPOA) dan kesepakatan senjata nuklir jarak menengah dengan Rusia/Uni Soviet (INF) menimbulkan kekhawatiran global. Kekhawatiran tersebut terutama disuarakan oleh Uni Eropa. Uni Eropa ingin tetap mempertahankan kesepakatan nuklir Iran meski tanpa AS. Bagi Uni Eropa, kesepakatan nuklir Iran tersebut dapat membantu memecahkan masalah seperti program rudal balistik Iran.

Iran menilai dukungan Uni Eropa saja tidak cukup jika tanpa tindakan yang membantu Iran tetap berada dalam kesepakatan tersebut. Uni Eropa diminta untuk mengamankan perdagangan minyak dengan Iran dan tanpa melewati sistem keuangan AS. Uni Eropa pun menanggapinya dengan mengaktifkan undang-undang yang melarang perusahaan-perusahaan dan pengadilan Uni Eropa mematuhi sanksi AS terhadap Iran. Meskipun, perusahaan-perusahaan tersebut akan menghadapi pilihan yang sulit karena AS mengancam menjatuhi hukuman bagi prusahaan yang melanggar sanksi terhadap Iran.

Masalah Uni Eropa selanjutnya adalah ancaman keamanan setelah AS keluar dari perjanjian INF. Kesepakatan INF selama ini menjadi salah satu pilar keamanan di wilayahnya. Kesepakatan INF bermula dari kekhawatiran misi nuklir Uni Soviet, S-20 yang mampu menargetkan negara-negara Barat. Setelah AS keluar dari INF, Presiden Rusia Vladimir Putin mengajukan resolusi untuk mendukung INF ke PBB namun ditolak dalam pemungutan suara. Sementara, setelah mengumumkan keluar dari INF, Trump menyatakan siap membangun dan mengembangkan senjata nuklirnya. Runtuhnya kesepakatan INF itu pun dinilai Rusia akan membuat dunia masuk ke dalam perlombaan senjata dan konfrontasi langsung.

Hingga saat ini, terdapat sembilan negara yang memiliki senjata nuklir. Sementara, jumlah senjata nuklir di seluruh dunia tercatat mencapai 14.500 unit. Berdasarkan dari Asosiasi Kontrol Senjata dan Federasi Ilmuwan Amerika, Rusia memiliki senjata nuklir terbanyak yakni 6.800 senjata. Negara itu telah melakukan tes senjata nuklir sebanyak 715 kali sejak pertama kali dilakukan pada Agustus 1949. Sementara, uji coba senjata nuklir terakhir dilakukan pada Oktober 1990.

Negara kedua yang memiliki senjata nuklir adalah AS dengan total 6.500 senjata nuklir. AS telah melakukan uji coba senjata nuklir hingga 1.030 kali dari tes pertama pada Juli 1945. Tes senjata terakhir pada September 1992. Negara lainnya yang memiliki senjata nuklir yakni Prancis dengan 300 senjata, Cina (270 senjata), Inggris (215 senjata), Pakistan (130-140 senjata), India (120-130 senjata), Israel (80 senjata), dan Korea Utara (10-20 senjata).


Negara-negara yang dituding AS mengembangkan senjata nuklir seperti Iran justru tidak tercatat memiliki senjata tersebut, sementara cadangan senjata nuklir Korut jauh lebih kecil dari AS dan Rusia. Akan tetapi, dua negara yang memiliki stok senjata nuklir terbesar yakni AS dan Rusia tidak lagi terikat dalam kesepakatan pengendalian senjata. Dengan runtuhnya kesepakatan nuklir, bisa jadi jumlah senjata tersebut terus bertambah jika tak ada kesepakatan baru di tahun-tahun mendatang.




Credit  republika.co.id