Kamis, 27 Desember 2018

Usai Liput Pemilu, Puluhan Wartawan Bangladesh Dianiaya


Ilustrasi wartawan Bangladesh.[Public Radio International]
Ilustrasi wartawan Bangladesh.[Public Radio International]

CB, Jakarta - Sekitar dua puluhan pemuda bertopeng menyerang sekelompok wartawan Bangladesh dengan tongkat hoki dan pemukul yang meliput kampanye pemilu. Sepuluh wartawan terluka setelah mereka diserang saat beristirahat di hotel setelah meliput kampanye.
Menurut laporan Reuters yang dikutip pada 26 Desember 2018, peristiwa terjadi pada Senin tengah malam di kota Nawabgonj, sekitar 40 kilometer dari Dhaka, usai kampanye politik untuk pemuli yang akan digelar pada 30 Desember.

Para penyerang yang identitasnya belum diketahui juga merusak jendela dan merusak puluhan mobil media, kata jurnalis.
"Beberapa dari kami berlingdung di dalam toilet karena takut," kata Abdullah Tuhin, salah satu jurnalis dari TV lokal. "Penyerang mengancam rekan-rekan kami dan menyuruh kami segera pergi atau menghadapi konsekuensi serius."

Kekerasan Buntut Pemilu Kontroversial di Bangladesh Menyebar
Dhaka Reporters Unity, sebuah asosiasi jurnalis, mengatakan banyak dari anggotanya terluka akibat serangan, namun belum diketahui seberapa parah luka korban.
Pejabat tinggi Kepolisian Dhaka, Shah Mizan, mengatakan pihaknya langsung mengirim tim ke TKP, namun belum mengidentifikasi para pelaku atau menangkap pelaku sejauh ini.
Partai oposisi mengklaim serangkaian serangan dan kekerasan beberapa hari terakhir dilakukan oleh simpatisan partai berkuasa selama masa pemilu.
Namun partai petahana PM Sheikh Hasina, Partai Liga Awami, yang ingin memenangkan pemilu untuk periode ketiga menyangkal tuduhan telah melakukan intimidasi terhadap wartawan dan kandidat.

Salah satu anggota parlemen oposisi, Salma Islam, istri dari pemilik surat kabar dan TV mengaatakan akan mengajukan gugatan terkait serangan di hotel.Sebanyak 32 wartawan dan editor media yang diwawancara mengatakan penguatan hukum pencemaran nama baik baru-baru ini menyebarkan iklim ketakutan di media Bangladesh selama masa pemilu, namun pemerintah menyangkal mengekang kebebasan berbicara tersebut.



Credit  tempo.co