MOSKOW
- Cita-cita Washington untuk mendominasi militer di ruang angkasa
berpotensi menimbulkan risiko bagi keamanan Rusia dan China. Demikian
yang dikatakan oleh Duta Besar Rusia untuk China, Andrey Denisov.
"Memang, mitra AS kami mengklaim beberapa posisi dominan, termasuk militer di ruang angkasa, yang tentu saja, berpotensi menimbulkan ancaman bagi China, Rusia dan semua negara," kata Denisov seperti disitir dari Sputnik, Rabu (26/12/2018).
Denisov mengatakan baik Rusia maupun China memiliki sikap yang sama mengenai perlunya mencapai kesepakatan mengenai penciptaan sistem kontrol internasional dan pembatasan penyebaran senjata di ruang angkasa.
"Kami memiliki dialog yang cukup aktif dalam organisasi internasional tentang beberapa bentuk kontrol atas penyebaran senjata di ruang angkasa. Penempatan senjata ofensif adalah sesuatu yang dapat dikenai sistem regulasi berdasarkan basis internasional," tuturnya.
"Jika masalah tersebut memungkinkan solusi, itu tidak ada hubungannya dengan meningkatkan potensi teknis tetapi terkait dengan mencapai kesepakatan tertentu yang akan membatasi proses ini, menempatkannya dalam kerangka kerja yang masuk akal. Dan masalah itu kami punya pandangan yang sama dengan China," ujar Denisov.
Pada 2008, Rusia dan China mengajukan diskusi di Konferensi Perlucutan Senjata tentang Perjanjian Pencegahan Penempatan Senjata di Luar Angkasa, Ancaman atau Penggunaan Kekuatan Terhadap Benda-benda Luar Angkasa. Dokumen itu berupaya menjaga ruang angkasa bebas dari senjata dan terbuka untuk penelitian damai oleh semua negara tanpa kecuali.
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyerukan pembentukan "Komando Luar Angkasa," cabang baru dari Departemen Pertahanan AS yang secara efektif akan memiliki kendali atas operasi militer AS di luar angkasa.
"Memang, mitra AS kami mengklaim beberapa posisi dominan, termasuk militer di ruang angkasa, yang tentu saja, berpotensi menimbulkan ancaman bagi China, Rusia dan semua negara," kata Denisov seperti disitir dari Sputnik, Rabu (26/12/2018).
Denisov mengatakan baik Rusia maupun China memiliki sikap yang sama mengenai perlunya mencapai kesepakatan mengenai penciptaan sistem kontrol internasional dan pembatasan penyebaran senjata di ruang angkasa.
"Kami memiliki dialog yang cukup aktif dalam organisasi internasional tentang beberapa bentuk kontrol atas penyebaran senjata di ruang angkasa. Penempatan senjata ofensif adalah sesuatu yang dapat dikenai sistem regulasi berdasarkan basis internasional," tuturnya.
"Jika masalah tersebut memungkinkan solusi, itu tidak ada hubungannya dengan meningkatkan potensi teknis tetapi terkait dengan mencapai kesepakatan tertentu yang akan membatasi proses ini, menempatkannya dalam kerangka kerja yang masuk akal. Dan masalah itu kami punya pandangan yang sama dengan China," ujar Denisov.
Pada 2008, Rusia dan China mengajukan diskusi di Konferensi Perlucutan Senjata tentang Perjanjian Pencegahan Penempatan Senjata di Luar Angkasa, Ancaman atau Penggunaan Kekuatan Terhadap Benda-benda Luar Angkasa. Dokumen itu berupaya menjaga ruang angkasa bebas dari senjata dan terbuka untuk penelitian damai oleh semua negara tanpa kecuali.
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyerukan pembentukan "Komando Luar Angkasa," cabang baru dari Departemen Pertahanan AS yang secara efektif akan memiliki kendali atas operasi militer AS di luar angkasa.
Pada
bulan Oktober, Wakil Presiden AS Mike Pence mengatakan pada pertemuan
pertama Dewan Antariksa Nasional yang baru dihidupkan kembali bahwa AS
perlu menjadi dominan di ruang angkasa seperti di Bumi, karena musuh
Washington secara aktif mengembangkan gangguan, peretasan, dan teknologi
lainnya yang dimaksudkan melumpuhkan sistem komunikasi navigasi
pengawasan militer.
Credit sindonews.com