Rabu, 06 Juni 2018

Khamenei Perintahkan Persiapan Pengayaan Uranium


Khamenei Perintahkan Persiapan Pengayaan Uranium
Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Khamenei memerintahkan peningkatan pengayaan uranium. (REUTERS/leader.ir)


Jakarta, CB -- Pemimpin tertinggi Iran dilaporkan telah memerintahkan persiapan untuk memulai peningkatan pengayaan uranium, menambah tekanan untuk negara-negara Eropa yang kesulitan menjaga Republik Islam itu tetap mengikuti perjanjian nuklir.

"Organisasi Energi Atom Iran ditugaskan mempersiapkan pencapaian 190 ribu SWU," kata Pemimpin Tertinggi Ayatollah Khamenei dalam laporan media pemerintah yang dikutip CNN, Selasa (5/6).

Dia mnegatakan peningkatan itu akan dilakukan "di bawah kerangka JCPOA untuk sementara waktu," merujuk pada nama resmi kesepakatan nuklir Iran, Akta Rencana Komprehensif Bersama.



Iran akan memberi tahu badan pengawas Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa persiapan akan dimulai pada Selasa, kata Behrouz Kamalvandi, juru bicara Organisasi Energi Atom Iran.

"Pemimpin [Khamenei] bermaksud kami harus mempercepat sejumlah proses ... terkait kapasitas nuklir kami untuk bergerak lebih cepat seandainya diperlukan."

Pada 9 Mei lalu, Presiden Donald Trump mengumumkan dirinya menarik Amerika Serikat dari perjanjian nuklir, membuatnya mesti berseteru dengan sekutu-sekutu di Eropa.

Dia mengatakan akan menjatuhkan sanksi baru terhadap Iran, menghancurkan capaian yang dinegosiasikan pendahulunya, Barack Obama.

Sejak saat itu, Khamenei dan para pejabat lain kembali menyerang, mengancam akan meningkatkan pengayaan uranium.

Negara Eropa dan China menyatakan akan tetap mendukung perjanjian nuklir. Namun, Teheran khawatir para pemimpin Eropa tak akan bisa mencegah AS menjatuhkan sanksi baru terhadap perusahaan Benua Biru sehingga merugikan perekonomian minyak Iran.

"Iran tak akan terima disanksi dan dilarang mengembangkan nuklir," kata Khamenei.

"Kata-kata yang dilontarkan sejumlah negara Eropa mengindikasikan mereka mengira Iran akan sepakat mematuhi kesepakatan nuklir sembari hidup di bawah sanksi."





Credit  cnnindonesia.com