WASHINGTON
- Para marinir Amerika Serikat (AS) yang bertugas di kapal perang untuk
menghadapi ancaman Korea Utara (Korut) mulai dilanda ketakutan. Mereka
takut terbunuh dan berdoa agar tidak menembah jatuh peluru kendali
(rudal) Pyongyang sehingga insiden buruk tidak terjadi.
Jatuhnya mental para marinir Washington ini terungkap dari testimoni mereka secara tertulis dan anonim kepada Navy Times. Kondisi itu terjadi sejak dua kapal perang Pentagon mengalami tabrakan beberapa bulan lalu dengan korban tewas 17 pelaut atau marinir.
Mereka kini berada di ambang kelelahan dan mengungkapkan ekspresi “pemberontakan”. Kapal perang AS dengan rudal jelajah, USS Shiloh, adalah satu dari beberapa kapal yang diandalkan untuk mengatasi tembakan rudal balistik Korut.
”Jika kita berperang, saya merasa kita akan terbunuh dengan mudah dan ada orang yang menginginkan hal itu terjadi sehingga kita bisa menyelesaikannya,” tulis seorang pelaut.
”Ini hanya masalah waktu sebelum sesuatu yang mengerikan terjadi,” tulis pelaut lainnya mengacu pada prediksi nasib misi USS Shiloh yang berbasis di Jepang.
Beberapa dari mereka bahkan mengekspresikan ketidakpuasan atau semacam “pemberontakan” kepada pemimpin mereka. ”Pelaut kami tidak mempercayai CO (commanding officer),” lanjut testimoni seorang pelaut, yang dilansir news.com.au, Kamis (12/10/2017).
Mereka merasa kapal USS Shiloh seperti ”penjara terapung”. ”Saya hanya berdoa agar kita tidak perlu menembak jatuh sebuah rudal dari Korut, karena ketidakefektifan kita benar-benar akan terlihat,” imbuh testimoni marinir kru kapal perang Washington.
Beberapa masalah yang terjadi di internal marinir Pentagon anatara lain, micromanagement, disfungsi perintah dan hukuman yang berlebihan.
Beberapa dari mereka bahkan mengatakan bahwa mereka telah bergantung pada ”brig” roti dan ransum air untuk kesalahan on-the-job sederhana. Tekanan salah satunya dirasakan para kru Armada ke-7 AS. Mereka merasa tugasnya tidak sesuai untuk untuk mencegah ancaman Korea Utara, China dan Rusia.
”Anggota, terutama para pemimpin, sangat lelah, dikalahkan, dan terlalu banyak bekerja, bahwa mereka hampir tidak mampu untuk menjadi efektif,” imbuh seorang pelaut.
Survei untuk para kru kapal perang itu masing-masing berisi ratusan halaman pertanyaan.
Jatuhnya mental para marinir Washington ini terungkap dari testimoni mereka secara tertulis dan anonim kepada Navy Times. Kondisi itu terjadi sejak dua kapal perang Pentagon mengalami tabrakan beberapa bulan lalu dengan korban tewas 17 pelaut atau marinir.
Mereka kini berada di ambang kelelahan dan mengungkapkan ekspresi “pemberontakan”. Kapal perang AS dengan rudal jelajah, USS Shiloh, adalah satu dari beberapa kapal yang diandalkan untuk mengatasi tembakan rudal balistik Korut.
”Jika kita berperang, saya merasa kita akan terbunuh dengan mudah dan ada orang yang menginginkan hal itu terjadi sehingga kita bisa menyelesaikannya,” tulis seorang pelaut.
”Ini hanya masalah waktu sebelum sesuatu yang mengerikan terjadi,” tulis pelaut lainnya mengacu pada prediksi nasib misi USS Shiloh yang berbasis di Jepang.
Beberapa dari mereka bahkan mengekspresikan ketidakpuasan atau semacam “pemberontakan” kepada pemimpin mereka. ”Pelaut kami tidak mempercayai CO (commanding officer),” lanjut testimoni seorang pelaut, yang dilansir news.com.au, Kamis (12/10/2017).
Mereka merasa kapal USS Shiloh seperti ”penjara terapung”. ”Saya hanya berdoa agar kita tidak perlu menembak jatuh sebuah rudal dari Korut, karena ketidakefektifan kita benar-benar akan terlihat,” imbuh testimoni marinir kru kapal perang Washington.
Beberapa masalah yang terjadi di internal marinir Pentagon anatara lain, micromanagement, disfungsi perintah dan hukuman yang berlebihan.
Beberapa dari mereka bahkan mengatakan bahwa mereka telah bergantung pada ”brig” roti dan ransum air untuk kesalahan on-the-job sederhana. Tekanan salah satunya dirasakan para kru Armada ke-7 AS. Mereka merasa tugasnya tidak sesuai untuk untuk mencegah ancaman Korea Utara, China dan Rusia.
”Anggota, terutama para pemimpin, sangat lelah, dikalahkan, dan terlalu banyak bekerja, bahwa mereka hampir tidak mampu untuk menjadi efektif,” imbuh seorang pelaut.
Survei untuk para kru kapal perang itu masing-masing berisi ratusan halaman pertanyaan.
Pemerintah Presiden Donald Trump maupun Pentagon belum mengomentari laporan testimoni tentang kondisi mental para kru kapal perang AS yang sedang siaga menghadapi ancaman Korea Utara. Sebelumnya, Kepala Pentagon James Norman Mattis menginstruksikan kepada semua tentara untuk siap jika Presiden Trump pada akhirnya mengambil opsi militer untuk melawan rezim Kim Jong-un.
Credit sindonews.com