Jakarta, CB -- Setelah tiga abad lamanya, Catalonia kini bisa berbicara lantang setelah mendapatkan dukungan 90 persen warganya untuk memerdekakan diri dari spanyol.
Dalam referendum kemarin, warga Catalan dihadapkan pada pertanyaan "apakah Anda ingin Catalonia menjadi negara yang independen?" Dari 2,2 juta suara yang sudah terhitung sejauh ini, sekitar 90 persen pemilih dilaporkan menjawab "Ya."
Bagi para pendukung kemerdekaan, perjuangan di Catalonia telah berlangsung sejak 1714, saat Raja Spanyol Philip V mencaplok Barcelona.
Sejak itu, nasionalis Catalan secara konsisten berjuang meraih otonomi dari Spanyol. Pada 1932, pemimpin Catalonia telah mendeklarasikan Republik Catalan. Saat itu, pemerintah Spanyol pun menyetujui undang-undang otonomi tersebut.
Namun, ketika Perdana Menteri Francisco Franco berkuasa, otonomi itu ditarik dari warga Catalan. Franco secara sistematis menekan semua upaya dan gerakan nasionalisme Catalan.
Di bawah kediktatorannya, sejumlah media saat itu bahkan menilai "pemerintah Spanyol berupaya membasmi seluruh institusi, bahasa, hingga mengeksekusi ribuan warga Catalan sebagai bentuk pemusnahan."
Setelah kematian Franco, perjuangan kemerdekaan Catalonia muncul kembali. Pada 2006 lalu, Spanyol memberikan wilayah itu status negara bagian dan kewenangan mengatur pajak sendiri.
Tapi, tak lama Mahkamah Konstitusi mencabut keputusan ini pada 2010, dengan alasan, selama Catalan termasuk "warga negara" Spanyol, Catalonia tak bisa disebut sebagai bangsa atau negara.
Sebanyak 90 pesen warga Catalan memilih untuk memerdekakan diri dari Spanyol. (REUTERS/Jon Nazca)
|
Selain itu, mengutip The Washington Post, sebagian besar warga Catalan juga tumbuh dengan rasa nasionalisme yang rendah di mana sebagian besar menganggap diri mereka bukan orang Spanyol.
Belum lagi, Catalonia merupakan wilayah terkaya dan merupakan pusat industri Spanyol. Wilayah itu menjadi pusat dari banyak indsutri logam, pengolahan makanan, pusat farmasi, hingga industri kimia.
Di sisi turisme, Catalonia juga memiliki aset pariwisata yang besar dengan sejumlah tempat-tempat hiburan yang telah mendunia seperti Barcelona. Wilayah itu juga menyumbang sekitar 20 persen ekonomi Spanyol.
Dukungan kemerdekaan untuk Catalonia. (AFP Photo/ Josep Lago)
|
Referendum serupa juga pernah digelar Catalonia pada 2014 lalu yang dianggap para pemimpin wilayah itu sebagai dasar survei informal mengenai keiginan warga. Hasilnya, saat itu 80 persen pemilih menyatakan keinginannya untuk merdeka.
Sementara itu, bagi para Catalan yang menentang separatisme khawatir perekonomian wilayah itu akan menderita ketika berpisah dari Spanyol.
Jika Catalonia benar-benar merdeka dari Spanyol, wilayah itu juga dianggap tidak mungkin untuk bergabung dengan Uni Eropa dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yang akan berdampak pada tingginya ekspor dan impor. Pemisahan diri juga dianggap bisa berdampak pada peningkatan jumlah pengangguran di Catalonia.
Belum lagi permasalahan keimigrasian bagi warga Catalonia yang sudah tinggal di luar wilayahnya.
Apa yang Terjadi Setelah Referendum?
Apapun hasil referendum kemarin, pemerintah Spanyol tidak akan mengakuinya. Perdana Menteri Spanyol Mariano Rajoy menuturkan tidak ada referendum dan kebanyakan besar warga Catalonia dibodohi untuk mengikuti pemungutan suara ilegal.
Rajoy, yang terpilih karena sumpahnya untuk mempertahankan kesatuan nasional dan pergerakan separatisme, mendukung tindak tegas terhadap warga.
"Referendum yang ingin melikuidasi konstitusi kita dan memisahkan sebagian dari negara kita tanpa memedulikan opini seluruh negeri tidak bisa terjadi," ujarnya. "Kita menunjukkan bahwa negara demokratis kita punya cara untuk melindungi diri dari serangan serius seperti referendum ilegal ini."
Saat ini, Madrid disebut berupaya mendukung sejumlah reformasi konstitusi untuk memberi lebih banyak otonomi keuangan bagi Catalonia jika pemungutan suara dibatalkan.
Credit cnnindonesia.com