Rabu, 11 Maret 2015

Venezuela Dikenakan Sanksi, Kuba Kecam Sikap AS


Presiden Kuba Raul Castro (Foto: Reuters)
Presiden Kuba Raul Castro (Foto: Reuters)
CB, Havana: Presiden Amerika Serikat (AS) Barack OBama menyebut Venezuela sebagai ancaman bagi keamanan AS. Sanksi pun diterapkan oleh AS kepada Venezuela yang kemudian menuai kecaman dari Kuba.
 
Menurut pihak Gedung Putih, sanksi baru kepada Venezuela tidak diarahkan kepada rakyat dan perdagangan dengan negara tersebut. Sanksi itu justru diarahkan kepada pejabat pemerintah, yang dianggap telah melanggar HAM.
 
"Setiap pejabat Venezuela yang melanggar HAM dan melakukan korupsi di masa lalu dan sekarang, tidak akan diperbolehkan masuk ke AS. Kami kini memiliki alat untuk memblokir aset mereka," ujar Juru Bicara Gedung Putih Josh Earnest, seperti dikutip Associated Press, Rabu (11/3/2015).
 
Kuba pun meradang dengan sikap AS ini. Sudah lama dikenal bahwa Kuba adalah sekutu terdekat Venezuela.
 
Menurut VOA Indonesia, kecaman Havana atas sanksi AS terhadap Venezuela ini merupakan perselisihan terbuka pertama antara AS dan Kuba sejak kedua negara mengumumkan pemulihan hubungan diplomatik pada Desember lalu.
 
Dalam pernyataan resmi yang dilansir surat kabar pemerintah Granma, Kuba menyebut perintah eksekutif Presiden Obama "sewenang-wenang dan agresif".
 
Perintah yang diumumkan Senin (9/3/2015) itu menargetkan kepada tujuh pejabat senior Venezuela yang disebut AS melanggar hak asasi dan terlibat dalam tindak korupsi. Mereka antara lain adalah kepala dinas intelijen Venezuela dan direktur kepolisian nasional.
 
Pemerintah Kuba menegaskan kembali dukungan tanpa syaratnya bagi Venezuela. Kedua negara ini telah lama menjadi sekutu terdekat satu sama lain.
 
“Tak seorang pun punya hak untuk mencampuri urusan dalam negeri suatu negara berdaulat atau untuk menyatakan, tanpa dasar, suatu negara sebagai ancaman terhadap keamanan nasional," pernyataan keras Kuba.
 
Presiden Venezuela Nicolas Maduro juga mengecam perintah eksekutif tersebut. Maduro menegaskan bahwa hal itu tidak adil dan berbahaya.


Credit Metrotvnews.com