Utusan Uni Eropa membahas sanksi pemanfaatan energi nuklir di Wina November 21, 2014. (REUTERS/Leonhard Foeger)
"Sekarang harapan harga minyak membaik hanyalah fatamorgana. Banyak analis menyebut harga minyak akan tetap rendah di level US$ 40 per barel, sementara saya memprediksi harga bisa menyentuh US$ 30 jika ada kebijakan yang signifikan," ujar Kepala Analisa Price Information Service, Tom Kloza seperti dikutip dari CNN Money, Rabu (18/3).
Kloza berpandangan pemberian sanksi terkait penggunaan energi nuklir diyakini akan menggenjot besaran produksi sekaligus peningkatan ekspor minyak Iran. Pasalnya, negara yang dipimpin oleh Presiden Hassan Rouhani itu akan kembali menjadikan minyak mentah sebagai salah satu pemasukan terbesar negara.
Imbasnya, harga minyak dunia pun akan kembali turun setelah beberapa waktu lalu rebound pada level US$ 60 per barel. "Ini akan memicu reaksi yang berlebihan terhadap sisi negatifnya. Bahkan ada banyak orang yang berpikir bahwa harga minyak akan seperti pada Desember 2008 dengan nilai terendah di level US$ 32,40 dolar AS," tutur Kloza.
Genjot Produksi dan Ekspor
Senada dengan Kloza, peneliti energi dari Universitas Georgetown Brenda Shaffer meyakini Iran akan berada dalam kondisi Catch-22. Dengan begitu, negara tersebut akan kembali menggenjot angka produksi berikut jumlah minyak mentah ekspor. "Dampaknya harga minyak (dunia) akan kembali turun," terang Shaffer.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, Iran sudah mulai mengurangi ekspor minyak pasca mantan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad menggalakan penggunaan nuklir dalam rangka menghemat biaya energi domestik. Saat ini, angka ekspor minyak Iran hanya berkisar 1,3 juta barel per hari (Bph), atau kurang dari setengahnya ketimbang produksi di pertengahan 2012 sebesar 2,5 juta Bph.
Menyusul putusan mengenai sanksi AS, harga minyak dunia di pasar West Texas Intrermediate (WTI) dikabarkan turun 2,19 persen menjadi US$43.88 per barel sementara untuk index Brent, minyak mentah diperdagangkan pada level US$ 53,44 per barel atau turun 2,30 persen.
Credit CNN Indonesia