Rabu, 11 Maret 2015

Pemberontak Pro-Rusia Tarik Mundur Persenjataan

Pemberontak Pro-Rusia Tarik Mundur Persenjataan
Seorang tentara Italia membuka plastik penutup meriam di kapal perang Alieso di Pelabuhan Varna, Bulgaria, pada Senin (9/3) lalu. Kapal perang negara-negara yang tergabung dalam NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara) akan menggelar latihan perang bersama
KIEV (CB) - Presiden Ukraina Petro Poroshenko mengungkapkan, pasukan pemberontak pro- Rusia menarik mundur persenjataan berat besar-besaran di Ukraina timur. Namun, upaya itu tidak dapat menurunkan ketegangan di zona konflik itu.

“Kita juga menarik mundur peluncur roket dan artileri berat. Pemberontak pro-Rusia juga telah melakukan penarikan besar-besaran juga,” ujar Poroshenko dalam wawancara dengan BBC pada Senin (9/3) lalu. Penarikan senjata itu sebagai bentuk kesepakatan antara Pemerintah Ukraina dan pemberontak pro-Moskow pada Februari lalu.

“Ada gencatan senjata atau tidak, itu tergantung bagaimana Anda melihatnya,” imbuhnya. Walaupun perselisihan tetap berlangsung, keduanya tetap menghargai gencatan senjata yang disepakati. Kedua pihak saling menuduh satu sama lain terkait adanya pelanggaran yang dilakukan atau hanya sebagai strategi baru untuk menyusun kekuatan.

Konflik Ukraina telah menewaskan lebih dari 6.000 orang dan 1 juta orang mengungsi sejak konflik memanas di Kota Donetsk dan Luhansk sejak April 2014 silam. Gencatan senjata yang diberlakukan sejak 12 Februari dipantau secara langsung oleh Organisasi Keamanan dan Kerja Sama Eropa (OSCE).

Kedua pihak diharuskan untuk membuat daerah penyangga di antara mereka minimal 50 km untuk artileri, dengan peluru berkaliber 100 mm serta jarak 70 km untuk roket dan 140 km untuk roket besar dan misil. Mengenai jumlah korban, Poroshenko menambahkan bahwa sejak gencatan senjata secara resmi diberlakukan pada beberapa hari lalu, 64 tentara Ukraina terbunuh.

“Jumlah keseluruhannya 1.549 tentara Ukraina tewas sejak pemberontakan terjadi,” sebutnya. Negara-negara Barat tetap percaya bahwa konflik Ukraina disebabkan campur tangan Rusia. Apalagi, Presiden Rusia Vladimir Putin telah mengakui bahwa dia memerintahkan pencaplokan Crimea, salah satu wilayah Ukraina yang kini dikuasai Moskow.

Menteri Luar Negeri Inggris Phillip Hammond mengingatkan, kebijakan yang diambil Presiden Putin di Crimea dan Ukraina timur itu merusak keamanan negara berdaulat di Eropa Timur. “Kita sekarang dihadapkan kepada seorang pemimpin Rusia yang tidak taat pada aturan internasional untuk menjaga perdamaian antarnegara, tapi dia berusaha menumbangkannya,” ucap Hammond, dikutip AFP.

Hammond juga mengatakan bahwa pencaplokan wilayah Crimea secara ilegal dan sekarang menggunakan angkatan bersenjata Rusia untuk mengacaukan Ukraina timur. Pernyataan Hammond dikemukakan bersamaan dengan persiapan NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara) menggelar latihan militer skala besar di negara-negara Baltik, Latvia, Lituania, dan Estonia. Latihan tempur itu dipimpin langsung oleh Amerika Serikat. Fokus utamanya adalah melatih kesiapan anggota NATO dalam menghadapi ancaman serangan dari Rusia.


Credit SINDOnews