Jumat, 13 Maret 2015

52 Tahun Pemulihan Hubungan Indonesia-Belanda


52 Tahun Pemulihan Hubungan Indonesia-Belanda
Protes dan kecaman masyarakat Indonesia terhadap Belanda di era Trikora (Foto: Arsip Nasional)


JAKARTA (CB) Tepat di hari ini (13 Maret) 52 tahun yang silam, Indonesia dan Belanda mengukuhkan pemulihan hubungan kedua negara yang sudah terikat “bathin” sejak ratusan tahun lalu, pasca-konfrontasi di Irian Barat (sekarang Papua).
Hubungan kedua negara ini sempat sedikit terganggu akibat protes keras eksekusi terpidana mati kasus narkoba asal Belanda, Ang Kiem Soei, Januari 2015. Sebagai bentuk protes, Belanda menarik duta besarnya, Rob Swartbol dari Indonesia, kendati akhirnya kembali pada Februari 2015.
Sejarah mencatat, sejak pengakuan pihak negeri kincir angin terkait kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949 (bukan 17 Agustus 1945), kedua negara ini sedianya belum 100 persen mengakhiri perseteruan.
Agustus 1960, hubungan diplomatik dengan Belanda dihentikan sepihak oleh Indonesia. Persoalannya apalagi kalau bukan ‘rebutan’ wilayah terakhir NKRI saat itu, Irian Barat. Sesuai perjanjian Konferensi Meja Bundar, Presiden RI pertama, Soekarno menagih janji untuk bisa mengibarkan bendera ‘Merah-Putih’ di Irian Barat.
Sementara itu pihak Belanda menolak mengakui Irian Barat sebagai bagian dari NKRI, lantaran menganggap Indonesia dan Irian tak punya keterikatan etnik. Operasi Trikora (Tri Komando Rakyat) pun jadi jawaban Soekarno dalam pecahnya konflik dengan Belanda di Irian.
Dari berbagai peristiwa, pertempuran Laut Aru jadi salah satu sorotan terbesar. Tiga kapal TNI AL Indonesia, KRI Macan Tutul, KRI Harimau dan KRI Macan Kumbang terlibat pertempuran dengan dua kapal penjelajah Koninklijke Marine (AL Belanda) pada 15 Januari 1952. Dalam pertempuran itu pula Komodor Yos Sudarso ikut tewas.
Singkat kata, konflik ini akhirnya dibantu diredam pihak-pihak luar seperti Amerika Serikat dan PBB lewat UNTEA (Otoritas Eksekutif Sementara PBB untuk Irian Barat).
Tugas UNTEA di Irian meliputi menerima penyerahan pemerintahan atau wilayah Irian Barat dari Belanda, menyelenggarakan pemerintahan yang stabil di Irian Barat selama suatu masa tertentu, serta menyerahkan pemerintahan atas Irian Barat kepada Indonesia.
Sebagai tindak lanjut UNTEA di Irian, para pimpinan UNTEA turut meresmikan rumah satu baru di Biak pada 16 Maret 1963. 10 hari kemudian, Nederlandsche Handel Matsschappij (Bank Belanda) di Irian diambil-alih Bank Indonesia.
Tugas UNTEA baru berakhir pada 1 Mei 1963, di saat yang bersamaan perihal penyerahan kekuasaan penuh Irian Barat kepada Indonesia.



Credit  Okezone