Rabu, 18 Februari 2015

Survei Gallup: Rusia Musuh Utama Warga Amerika


Survei Gallup: Rusia Musuh Utama Warga Amerika
Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) dan Presiden AS Barack Obama (tengah), berbicara di sela-sela KTT APEC, Beijing, 11 November 2014. AP/RIA Novosti Presiden Press Service



CB, Jakarta - Di mata orang Amerika Serikat, Rusia telah menjadi musuh nomor satu. Hal itu terungkap dari hasil jajak pendapat terbaru yang dibuat lembaga survei Gallup. Dalam survei itu, setiap responden diberi pertanyaan terbuka, "Apa nama satu negara di dunia yang Anda anggap sebagai musuh terbesar Amerika Serikat hari ini?” demikian pertanyaan dari pembuat jajak pendapat terkemuka di AS itu.

Hasilnya, Rusia menjadi negara yang paling banyak dipilih warga Amerika. Rusia dipilih oleh 18 persen responden, sementara Korea Utara menduduki posisi kedua dengan perolehan 15 persen. Diikuti oleh Cina 12 persen dan Iran 9 persen.

Sikap bermusuhan warga Amerika Serikat terhadap Rusia melonjak drastis tahun ini. Tahun lalu, dalam jajak pendapat serupa, warga Amerika yang memilih Rusia sebagai musuh hanya 9 persen. Pada 2012 bahkan hanya 2 persen.

Jajak pendapat juga mengungkapkan bahwa 72 persen orang Amerika melihat Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai sosok yang negatif. Hanya 13 persen warga Amerika yang menganggap Putin sebagai sosok baik.

”Peringkat Putin mirip dengan apa yang disurvei Gallup pada Maret tahun lalu, tapi turun sedikit sejak dia memimpin pemerintahan (Rusia) untuk periode kedua. Dan, jauh di bawah, ketika ia memimpin pemerintahan periode pertama,” bunyi pernyataan Gallup yang dilansir Moscow Times semalam.

Hampir setengah dari semua warga Amerika, yakni 49 persen, melihat pasukan militer Rusia sebagai ancaman penting untuk keamanan Amerika. Angka itu naik 32 persen dari tahun sebelumnya. “Meskipun peningkatan persepsi kekuatan militer Rusia sebagai ancaman kritis, ada masalah lain yang jadi tantangan internasional, seperti terorisme khususnya kelompok ISIS, dan pengembangan senjata nuklir Iran,” demikian pernyataan lembaga jajak pendapat AS itu.



Credit   TEMPO.CO