Ilustrasi militer Ukraina (Gleb Garanich)
Mengutip AFP, status darurat militer itu bakal mulai digulirkan pada Rabu (28/11) hingga 30 hari setelahnya. Darurat militer akan mencakup mobilisasi parsial dan penguatan pertahanan udara Ukraina.
Langkah tersebut datang hampir 24 jam setelah Rusia menahan dua kapal angkatan laut Ukraina dan satu buah kapal tandu serta menembaki tiga awak kapal di antaranya pada Minggu (25/11).
Ide 'manyalakan' status darurat militer tercetus dari Presiden Ukraina Petro Poroshenko dalam merespons tindakan Rusia yang menyandera kapal-kapal angkatan laut negaranya. Awalnya, Poroshenko meminta untuk memberlakukan status darurat militer dalam periode 60 hari.
Mengutip Reuters, pada pidato yang disiarkan dalam televisi sebelum pemungutan suara, Poroshenko menyatakan bahwa keputusan tersebut tidak akan mencakup pembatasan hak warga negara dan mengesampingkan penundaan pemilihan umum yang dijadwalkan akan berlangsung awal tahun depan.
"Ukraina tidak merencanakan perang terhadap siapa pun," ujar Poroshenko.
Selain itu, Ukraina, sebut Poroshenko, juga akan tetap berpegang pada Perjanjian Minsk, yang ditandatanganinya dengan pemerintah Rusia dan separatis pro-Rusia.
Konflik ini dimulai setelah demonstran pro-Barat menggulingkan kepemimpinan Presiden pro-Rusia, Viktor Yanukovych pada Februari 2014 lalu. Para separatis mengklaim bahwa pemerintah baru yang sangat anti-Rusia merencakan 'genosida' etnis Rusia di wilayah timur Ukraina.
Dengan status darurat militer, pemerintah Ukraina dimungkinkan untuk menerapkan berbagai tindakan drastis, termasuk menetapkan kebijakan larangan pertemuan publik, membatasi kebebasan media, membatasi pergerakan warga negara Ukraina serta warga negara asing, dan menangguhkan pemilihan umum.
Sebelumnya, Ukraina menyebut bahwa apa yang dilakukan Rusia merupakan fase baru agresi setelah pencaplokan Semenanjung Krimea oleh Rusia pada 2014 lalu. Sementara Moskow menuduh Ukraina memprovokasi kapal Rusia dengan memasuki kawasan Semenanjung Krimea, untuk kemudian memicu kegaduhan yang berujung pada sanksi anyar untuk Rusia.
Credit cnnindonesia.com