Jumat, 09 November 2018

'Perang Melawan Teror' AS Makan Korban Hingga 500 Ribu Orang


Perang Melawan Teror AS Makan Korban Hingga 500 Ribu Orang
Perang melawan teror yang digaungkan oleh AS telah menewaskan 500 ribu orang. Foto/Ilustrasi/Istimewa

WASHINGTON - Sekitar setengah juta orang tewas di Irak, Afghanistan, dan Pakistan karena 'perang melawan teror' Amerika Serikat (AS) yang diluncurkan setelah serangan 11 September 2001. Demikian hasil sebuah penelitian yang baru saja dirilis.

Laporan yang dibuat oleh Watson Institute for International and Public Affairs Brown University menyebutkan korban tewas antara 480.000 dan 507.000 orang. Namun, jumlah sebenarnya kemungkinan lebih tinggi.

"Jumlah kematian terbaru mengalami peningkatan lebih dari 110 ribu selama hitungan terakhir, dikeluarkan hanya dua tahun lalu pada Agustus 2016," kata Brown dalam sebuah pernyataan.

"Meskipun perang melawan teror sering diabaikan oleh publik Amerika, pers dan pembuat undang-undang, lembaga ini menghitung sinyalnya, jauh dari berkurangnya, perang ini tetap intens," sambung pernyataan itu seperti dikutip dari France24, Jumat (9/11/2018).

Jumlah korban tewas termasuk gerilyawan, polisi lokal dan pasukan keamanan, warga sipil dan tentara AS serta sekutu.

Penulis laporan itu, Neta Crawford, mengatakan banyak dari mereka yang dilaporkan oleh pasukan AS dan lokal sebagai militan sebenarnya adalah warga sipil.

"Kita mungkin tidak pernah tahu jumlah total kematian langsung dalam perang-perang ini," tulis Crawford.

"Sebagai contoh, puluhan ribu warga sipil mungkin telah meninggal dalam merebut kembali Mosul dan kota-kota lain dari ISIS tetapi tubuh mereka kemungkinan besar belum ditemukan," terangnya.

Laporan itu menyatakan bahwa antara 182.272 dan 204.575 warga sipil telah tewas di Irak, 38.480 di Afghanistan, dan 23.372 di Pakistan.

Hampir 7.000 tentara AS tewas di Irak dan Afghanistan.

Penghitungan ini tidak termasuk semua orang yang telah meninggal secara tidak langsung sebagai akibat dari perang, termasuk melalui hancurnya infrastruktur atau penyakit. 


Credit  sindonews.com