Ketika menyebarkan data tentara AS,
kelompok militan ISIS menyebut diri mereka sebagai Negara Islam Divisi
Peretasan. (Ilustrasi/CNN Indonesia/Laudy Gracivia)
Data yang disebut ISIS sebagai orang kafir, Kristen dan "tentara salib" Amerika tersebut meliputi nama, foto, alamat dan cabang dinas militer dari masing-masing tentara AS yang berjumlah 100 orang. Sejumlah tentara bahkan disebutkan pangkat militer mereka.
Departemen Pertahanan Amerika Serikat, Pentagon menyatakan tengah menyelidiki kebenaran informasi ini.
"Saya tidak bisa mengkonfirmasi keabsahan informasi ini, tapi kami akan selidiki," kata seorang pejabat pertahanan AS, yang berbicara dengan syarat anonim, pada Sabtu (21/3), dikutip dari Reuters.
"Kami selalu mendorong personil kami untuk melakukan OPSEC (operasi keamanan) yang sesuai dan menerapkan prosedur perlindungan," kata pejabat tersebut menambahkan.
Ketika menyebarkan data tentara AS tersebut, kelompok militan ISIS menyebut diri mereka sebagai Negara Islam Divisi Peretasan.
Kelompok ini menulis dalam bahasa Inggris bahwa mereka telah meretas beberapa server, database dan surel militer AS untuk mengumpulkan data 100 tentara sehingga pendukungnya, atau lone wolf dapat membunuh mereka.
Sementara, The New York Times melaporkan bahwa data tersebut tidak terlihat seperti informasi yang dikumpulkan dari hasil peretasan server pemerintah AS.
Seorang pejabat Departemen Pertahanan yang tidak disebutkan namanya yang menyatakan bahwa sebagian besar informasi tentara AS dapat ditemukan dalam catatan publik, situs alamat pencarian perumahan dan media sosial.
Dikutip dari The Times, pejabat militer AS menyatakan bahwa nampaknya data tersebut diambil dari tentara AS yang namanya disebutkan dalam artikel berita yang menginformasikan gempuran serangan udara koalisi AS terhadap markas ISIS di Irak dan Suriah.
Lebih dari 60 negara termasuk dalam koalisi melawan ISIS. Selain AS ada Australia, Belgia, Kanada, Denmark, Perancis, Yordania, Belanda, dan Inggris yang menyerang di Irak. Sementara di Suriah, serangan dilakukan oleh AS, Bahrain, Yordania, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Amerika Serikat sebagai negara utama dalam upaya menyerang ISIS di Suriah dan Irak telah merogoh kocek hingga setara puluhan triliun rupiah dalam lebih dari 2.000 kali serangan udara.
Juru bicara Pentagon, Kolonel Steve Martin, mengatakan bahwa AS telah menyerang ribuan target ISIS, di antaranya adalah tangki dan infrastruktur minyak serta posisi tentara mereka di Suriah dan Irak.
Akibat serangan yang dimulai 8 Agustus 2014 ini, kata Warren, penjualan minyak bukan lagi sumber pemasukan utama ISIS.
Credit CNN Indonesia