Menteri Pariwisata Arief Yahya (kanan) dan
Wakil Gubernur Dedy Mizwar (kiri) menyapu halaman situs megalitikum di
Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat, Kamis (20/11). Menteri Pariwisata
Arief Yahya akan memasukan Gunung Padang kedalam program Great Jakarta.
(AntaraFoto/Zabur Karur)
Pasalnya, target pemerintah mendatangkan satu juta pengunjung ke areal situs dinilai arkeolog justru bisa berpotensi merusak kawasan situs jika tidak diatur.
“Saya setuju, tetapi harus diperhatikan dulu mampukah Situs Gunung Padang menerima dampak dari Great Jakarta,” kata Lutfi Yondri selaku arkeolog dari Balai Arkeologi Bandung ditemui usai Seminar Arkeologi Situs Gunung Padang di Universita Indonesia, Selasa (2/12).
Menurut Lutfi, Situs Gunung Padang dibangun masyarakat masa lalu dengan struktur yang sederhana. Berbeda dengan Candi Borobudur atau Monumen Nasional yang dibangun dengan struktur terencana dan kuat serta mampu menampung orang banyak setiap waktu.
Pilihan Redaksi
|
“Situs Gunung Padang dibuat dengan struktur sederhana. Batu disusun kemudian dikasih batu pengunci supaya tak goyah. Kalau didatangi orang dan diinjak terus menerus rasanya tak mampu,” ujar Lutfi.
Kekhawatiran Lutfi itu didasarkan pada target pemerintah untuk mendatangkan satu juta pengunjung ke Situs Gunung Padang dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah.
Untuk itu, Lutfi mengatakan perlu dibuat zonasi dan regulasi kunjungan ke Situs Gunung Padang.
“Pengunjung harus kita urai ke mana dulu mereka. Zona pengembang bisa digunakan untuk mengurai kunjungan,” kata dia.
Areal zonasi pengunjung tersebut, katanya, tidak hanya difokuskan pada Situs Gunung Padang namun bisa diurai ke lingkungan pemukiman, perkebunan teh serta industri rumahan di masyarakat.
Namun, Lutfi berpendapat saat ini Situs Gunung Padang belum siap menerima kunjungan sebanyak itu akibat ketiadaan prasaran dan sarana.
“Sebelum jadi kawasan wisata, potensi daerah harus digali dulu terutama regulasinya,” ujar dia.
Hal tersebut dinilai penting, katanya, melihat pengalaman beberapa tahun terakhir di mana membludaknya kunjungan masyarakat diikuti dengan kerusakan pada bebatuan Situs.
“Batu itu ada yang dicoret-coret, diduduki, didorong, diinjak sehingga merubah susunan,” kata dia. “Kalau letaknya berubah atau hilang bisa membuat rancu penelitian berikutnya.”
Credit CNN Indonesia