BEIRUT
- Israel tidak akan membedakan lagi antara kelompok Hizbullah yang
didukung Iran dengan negara Lebanon jika perang pecah. Alasannya,
keduanya sama dalam hal kekuatan politik di negara tersebut.
Sikap Tel Aviv itu disampaikan Menteri Pendidikan Naftali Bennett di saat Lebanon menggelar pemilu untuk pertama kalinya sejak 2009 pada hari Minggu.
Lebih dari 3,6 juta warga terdaftar sebagai pemilih pemilu yang suaranya diperebutkan sekitar 976 kandidat anggota parlemen untuk bersaing menduduki 128 kursi. Hizbullah menjadi salah satu faksi politik terkuat dalam pemilu kali ini.
Bennett yang jadi anggota kabinet keamanan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan, hasil pemilu yang menempatkan Hizbullah sebagai kubu politik terkuat menunjukkan bahwa Israel tidak boleh lagi membedakan antara Hizbullah dengan negara Lebanon jika perang pecah di masa depan.
"Negara Israel tidak akan membedakan antara negara berdaulat Lebanon dan Hizbullah, dan akan menganggap Lebanon bertanggung jawab atas tindakan apa pun dari dalam wilayahnya," tulis Bennett di Twitter, Senin (7/5/2018).
Hasil sementara dari pemilu menunjukkan kubu Hizbullah unggul di beberapa wilayah. Namun, hasil resmi penghitungan suara belum diumumkan.
Bila Hizbullah sepenuhnya menguasai kursi parlemen, maka keputusan politik Lebanon akan dikendalikan faksi yang didukung Iran tersebut termasuk berkonfrontasi dengan Israel.
Militer Israel meyakini kelompok Hizbullah memiliki gudang senjata dengan lebih dari 10.000 roket sejak Perang Lebanon Kedua tahun 2006. Saat ini, perkiraan militer Tel Aviv adalah hampir 15.000 roket dan rudal balistik dimiliki kelompok tersebut.
Israel yang menganggap Hizbullah sebagai salah satu musuh bebuyutannya hampir tidak terlibat bentrokan langsung selama hampir 12 tahun sejak Perang Lebanon Kedua.
Namun, pada hari Minggu, para pejabat pertahanan Israel memperingatkan bahwa Iran berencana untuk membalas serangan udara mematikan baru-baru ini di Suriah yang menewaskan beberapa personel militer Teheran. Pembalasan Iran ini diyakini akan melibatkan Hizbullah yang berpotensi menembakkan rudal ke Israel utara.
Sikap Tel Aviv itu disampaikan Menteri Pendidikan Naftali Bennett di saat Lebanon menggelar pemilu untuk pertama kalinya sejak 2009 pada hari Minggu.
Lebih dari 3,6 juta warga terdaftar sebagai pemilih pemilu yang suaranya diperebutkan sekitar 976 kandidat anggota parlemen untuk bersaing menduduki 128 kursi. Hizbullah menjadi salah satu faksi politik terkuat dalam pemilu kali ini.
Bennett yang jadi anggota kabinet keamanan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan, hasil pemilu yang menempatkan Hizbullah sebagai kubu politik terkuat menunjukkan bahwa Israel tidak boleh lagi membedakan antara Hizbullah dengan negara Lebanon jika perang pecah di masa depan.
"Negara Israel tidak akan membedakan antara negara berdaulat Lebanon dan Hizbullah, dan akan menganggap Lebanon bertanggung jawab atas tindakan apa pun dari dalam wilayahnya," tulis Bennett di Twitter, Senin (7/5/2018).
Hasil sementara dari pemilu menunjukkan kubu Hizbullah unggul di beberapa wilayah. Namun, hasil resmi penghitungan suara belum diumumkan.
Bila Hizbullah sepenuhnya menguasai kursi parlemen, maka keputusan politik Lebanon akan dikendalikan faksi yang didukung Iran tersebut termasuk berkonfrontasi dengan Israel.
Militer Israel meyakini kelompok Hizbullah memiliki gudang senjata dengan lebih dari 10.000 roket sejak Perang Lebanon Kedua tahun 2006. Saat ini, perkiraan militer Tel Aviv adalah hampir 15.000 roket dan rudal balistik dimiliki kelompok tersebut.
Israel yang menganggap Hizbullah sebagai salah satu musuh bebuyutannya hampir tidak terlibat bentrokan langsung selama hampir 12 tahun sejak Perang Lebanon Kedua.
Namun, pada hari Minggu, para pejabat pertahanan Israel memperingatkan bahwa Iran berencana untuk membalas serangan udara mematikan baru-baru ini di Suriah yang menewaskan beberapa personel militer Teheran. Pembalasan Iran ini diyakini akan melibatkan Hizbullah yang berpotensi menembakkan rudal ke Israel utara.
Credit sindonews.com