Sebanyak 100 warga Palestina gugur ditembak militer Israel sejak Maret.
CB,
GAZA -- Warga Palestina di Jalur Gaza memulai unjuk rasa selama enam
pekan sejak 30 Maret lalu untuk menuntut pengungsi Palestina diizinkan
kembali ke lokasi-lokasi yang sekarang direbut Israel. Tanggal itu
dipilih untuk memulai unjuk rasa menandai Hari Tanah guna memperingati
enam warga Arab Israel yang dibunuh pasukan keamanan Israel dalam unjuk
rasa pada 1976 atas penyitaan tanah oleh pemerintah di bagian utara
Israel.
Unjuk rasa yang diberi panggilan “The Great
march Return” alias “Gerakan Kembali Akbar” itu direncanakan memuncak
pada 15 Mei ini, menandai Hari Nakba atau ‘malapetaka’ bagi Rakyat
Palestina terkait pengusiran 700 ribu warga Arab Palestina sehari
selepas proklamasi pendirian Israel pada 1948. Hamas dan sejumlah faksi
serta aktifis lainnya di Gaza ikut serta mengorganisir aksi unjuk rasa.
Palestina sudah sejak lama menuntut agar lima juta korban
pengusiran dan keturunan mereka dapat kembali. Namun, Israel menolak
karena khawatir gelombang masuk warga berkebangsaan Arab akan
menghilangkan status mayoritas warga Yahudi di Israel. Israel
beranggapan, para pengungsi itu harus direlokasi ke wilayah negara
Palestina di masa mendatang, yaitu di Tepi Barat dan Gaza.
Konflik
antara Palestina dan Israel telah berlangsung sejak 1967, dimulai
dengan kebijakan pembangunan permukiman Yahudi di sejumlah wilayah yang
dianggap sebagai hak Palestina, yaitu Tepi Barat, Jalur Gaza, dan
Yerusalem Timur. Solusi dua negara yang didukung oleh Perserikatan
Bangsa-bangsa (PBB) menjadi sebuah upaya untuk mengakhiri hal itu.
Melalui
solusi dua negara, Palestina akan menjadi sebuah negara merdeka dan
memiliki teritori di wilayah-wilayah yang menjadi sengketa dengan
Israel. Namun, Israel tak pernah mengizinkan Palestina berdiri sebagai
sebuah negara merdeka alih-alih hanya menjadi daerah otonomi di bawah
administrasi mereka.
Aksi tersebut juga ikut
mengutuk pemindahan Kedutaan Besar Amerika Serikat dari Tel Aviv ke
Yerusalem pada Senin (14/5). Langkah pengakuan Yerusalem sebagai ibu
kota Israel itu membuat meradang warga Palestina yang mengklaim
Yerusalem Timur sebagai calon ibu kota mereka di masa datang.
Berapa peserta unjuk rasa?
Pada
hari pertama aksi dua bulan lalu, pihak Israel melansir, sedikitnya 17
ribu warga Palestina ikut serta dalam barisan pulang tersebut. Jumlah
itu fluktuatif sepanjang aksi unjuk rasa. Pada Senin (14/5), kantor
berita palestina,
Wafa melansir, sebanyak 35 ribu orang turut
serta, jumlah paling banyak dibanding hari-hari sebelumnya. Mereka
berkumpul di 15 titik konsentrasi dengan jarak beberapa ratus meter dari
pagar pembatas dengan Israel.
Suasana di lokasi
unjuk rasa dilaporkan menyerupai festival dengan tenda-tenda didirikan
serta sejumlah pertunjukan ditampilkan. Pada aksi unjuk rasa, mereka
berbaris menuju garis perbatasan itu, membakar ban untuk mengaburkan
pandangan pasukan Israel, melemparkan batu, dan menerbangkan
layang-layang api ke wilayah Israel.
Bagaimana tanggapan Israel?
Media Israel
Haaretz dan
Times of Israel
melaporkan, kesiagaan pasukan keamanan Israel telah ditingkatkan
menyusul aksi tersebut. Lebih dari 100 penembak jitu dikerahkan di
perbatasan Gaza menjelang unjuk rasa besar di dekat perbatasan tersebut.
Sejak hari pertama aksi, mereka telah menembaki demonstran dengan
peluru timah, peluru karet, dan bom gas air mata. Pihak Israel juga
mengklaim bahwa yang mereka tewaskan kebanyakan anggota Hamas.
Berapa jumlah korban sejauh ini?
Sejak 30 Maret, menurut
Wafa dan
Maannews,
sebanyak 100 warga Palestina gugur dalam aksi tersebut. Dari jumlah
itu, 12 di antaranya anak-anak. Selain yang tewas langsung dalam aksi,
13 warga Palestina gugur dalam periode tersebut termasuk enam yang
mencoba menerobos pagar pembatas. Jumlah korban gugur terbanyak muncul
pada Senin (14/5) dengan total 58 warga tewas hingga Senin (14/5) malam.
Perempuan, anak-anak, orang tua, kaum difabel, dan jurnalis juga
tercatat sebagai korban.
Sementara akumulasi korban
luka-luka telah mencapai 12.271 orang. Dari jumlah itu, sebanyak 6.760
harus dirawat di rumah sakit. Sebanyak 53 persen dari korban luka atau
sebanyak 3.598 orang terkena peluru timah dari pasukan reguler maupun
pasukan runduk militer Israel. Sedangkan dari pihak Israel, korban
pertama yang mengalami luka-luka ringan tercatat pada Senin (14/5).
Rumah sakit-rumah sakit dan fasilitas kesehatan di Gaza dilaporkan
kewalahan menangani gelombang korban yang berjatuhan.
Bagaimana tanggapan dunia?
Reuters
melaporkan, Sekjen PBB Antonio Gutteres mengecam penggunaan kekerasan
berlebihan oleh militer Israel. Kecaman serupa juga dilayangkan
negara-negara Eropa, Timur Tengah, dan Asia. Indonesia telah melayangkan
kecaman sejak aksi dimulai. Sejumlah lembaga filantropi Indonesia juga
telah berada di lokasi unjuk rasa guna menyalurkan bantuan bagi warga
Palestina. Menyusul kejadian pada Senin (14/5), Turki telah memanggil
pulang duta besar mereka di Israel dan Amerika Serikat.
Sementara pihak Israel, dilansir
the New York Times menanggapi
aksi unjuk rasa sebagai gangguan atas perayaan pemindahan Kedutaan
Besar Amerika Serikat dari Tel Aviv ke Yerusalem yang berlangsung
Senin(14/5). Menurut
Times of Israel Mereka berjanji akan meningkatkan penindakan terhadap para pengunjuk rasa.
Amerika
Serikat sebagai sekutu utama Israel sebelumnya telah memveto resolusi
Dewan Keamanan PBB dan Majelis Umum PBB yang mengutuk kekerasan terhadap
pengunjuk rasa Palestina. Dewan Keamanan PBB telah menjadwalkan sidang
darurat pada Selasa (15/5).