Sekjen Liga Arab Ahmed Aboul Gheit. Liga Arab
mendesak Amerika Serikat untuk mencabut keputusan Presiden Donald Trump
yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. ( AFP PHOTO/MOHAMED
EL-SHAHED)
"Keputusan itu tidak berdampak hukum, memperdalam ketegangan, memicu kemarahan dan mengancam kawasan untuk jatuh ke kekerasan dan kerusuhan," kata Liga Arab dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan yang dihadiri seluruh anggotanya di Kairo, Mesir, Sabtu (9/12).
Keputusan Trump untuk mengakui seluruh wilayah Yerusalem sebagai Ibu Kota Isreal memutarbalikkan kebijakan Amerika Serikat, bahwa status kota itu harus diputuskan lewat negosiasi dengan Palestina. Pihak Palestina telah lama menyatakan ingin menjadikan Yerusalem Timur sebagai Ibu Kota Palestina saat merdeka.
Menteri Luar Negeri Lebanon, Gebran Bassil mengatakan bahwa negara-negara Arab harus mempertimbangkan sanksi ekonomi terhadap Amerika Serikat untuk mencegah Trump memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem.
"Langkah pencegahan harus diambil, diawali dengan langkah diplomatis, lalu politik, lalu sanksi ekonomi dan keuangan," kata Bassil tanpa merinci seperti apa sanksi-sanksi yang dimaksud.
Namun pernyataan bersama Liga Arab tidak menyebut sama sekali soal sanksi terhadap Amerika Serikat.
Selain Liga Arab, sebelumnya Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Prancis Emmanuel Macron juga ikut mendesak Presiden AS Donald Trump agar mempertimbangkan kembali keputusannya untuk memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem. Keputusan Trump memindahkan kedutaan itu secara resmi mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
Menurut kabar yang dilansir Al Araby, Erdogan dan Macron menyampaikan keprihatinan atas dampak berbahaya keputusan Trump terhadap kawasan Timur Tengah, saat keduanya menelepon, Sabtu (9/12).
Sejak awal kabar rencana pengakuan Amerika Serikat terhadap Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel tersiar, Erdogan telah mengecam keras langkah kontroversial Trump tersebut. Erdogan juga mengancam akan mengambil tindakan keras, seperti misalnya memutuskan hubungan dengan Israel. Dalam pidatonya Sabtu, pemimpin Turki itu menyebut Israel sebagai negara penjajah yang menggunakan teror melawan warga Palestina.
Adapun Macron mengecam keputusan Trump dan menyesalkan tindakan Presiden AS yang "melanggar hukum internasional dan seluruh resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa."
"Status Yerusalem adalah masalah keamanan internasional yang menajdi keprihatinan seluruh komunitas internasional. Status Yerusalem harus diputuskan oleh Israel dan Palestina dalam kerangka negosiasi di bawah pengawasan Perserikatan Bangsa-bangsa," kata Macron seperti dilansir Al Araby. Presiden Prancis itu juga dikabarkan menelepon Trump untuk membujuknya membatalkan rencana pengakuan terhadap Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
Foto: AFP PHOTO / ADEM ALTAN
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan |
Setelah Perang Arab-Israel 1948, Yerusalem terbagi menjadi dua bagian, wilayah Barat yang banyak dihuni Yahudi dan dikuasai Israel. Serta wilayah Timur yang mayoritas penduduknya warga Arab, dan dikuasai Yordania.
Israel merebut Yerusalem Timur dari Yordania setelah menang Perang Enam Hari pada 1967. Sejak itu Israel menyatakan Yerusalem sebagai ibu kota. Klaim tersebut tidak diterima komunitas internasional, juga Palestina yang berharap Yerusalem Timur bakal menjadi ibu kotanya jika merdeka.
Pada 20 Agustus 1980, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK PBB) mengadopsi Resolusi 478 yang mengutuk klaim Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel dan menyatakannya sebagai pelanggaran hukum internasional.
Credit cnnindonesia.com