Pasukan pemberontak Syiah al-Houthi mulai menguasai ibu kota Sanaa sejak akhir tahun lalu. (Reuters/Khaled Abdullah)
Diberitakan Washington Post, Selasa (17/3), AS telah menggelontorkan dana lebih dari US$500 juta atau setara Rp6,6 triliun untuk memasok keperluan militer bagi Yaman sejak 2008 melalui program yang diatur oleh Departemen Pertahanan dan Departemen Dalam Negeri.
Namun, pada Januari lalu pemerintahan Yaman dikudeta oleh kelompok pemberontak Houthi. Sejak saat itu, Departemen Pertahanan tak dapat memonitor keberadaan senjata dan perlengkapan perang tersebut.
"Kami harus berasumsi bahwa senjata tersebut benar-benar hilang," ujar seorang ajudan legislatif Kongres AS yang enggan diungkap identitasnya kepada Washington Post.
Pihak militer AS bungkam mengenai masalah ini, tapi seorang pejabat pertahanan mengatakan bahwa tidak perlu bukti kuat untuk membuktikan bahwa senjata tersebut disita atau dijarah. Apapun yang terjadi, Pentagon tak dapat melacak keberadaan senjata itu.
"Bahkan dalam skenario terbaik di dalam sebuah negara yang tidak stabil, kami tidak pernah memiliki kepercayaan 100 persen," katanya.
Pejabat Pentagon sendiri mengaku hanya mengantongi sedikit informasi sehingga tak dapat berbuat banyak untuk mencegah senjata itu jatuh ke tangan yang salah. Sebagai upaya pencegahan, pejabat pertahanan mengatakan bahwa mereka telah menghentikan pasokan senjata ke Yaman senilai US$125 juta dan mendonasikannya ke negara-negara lain di Timur Tengah dan Afrika.
Selain pasokan senjata, Obama juga membantu Yaman memerangi terorisme dari kelompok afiliasi al-Qaidah dengan melakukan pelatihan tanpa mengirim pasukan militer AS.
Upaya ini serupa dengan yang dilakukan AS kepada Irak setelah invansi pada 2003. AS mengucurkan dana sebesar US$25 triliun untuk membangun kembali pasukan keamanan Irak yang akhirnya dihancurkan pula oleh ISIS. Yaman seharusnya dapat menjadi program sukses AS jika Houthi tidak mengacaukannya.
"Pemerintah sangat ingin bertahan dengan narasi bahwa Yaman berbeda dengan Irak. Kami tadinya akan melakukannya dengan pasukan lebih sedikit sehingga biayanya lebih murah. Mereka mencoba untuk melakukannya dengan pendekatan minimalis demi menyesuaikan dengan narasi itu, kami tidak ingin mengulangi apa yang terjadi dengan Irak," tutur Kepala Komite Persediaan Senjata AS, Mac Thornberry.
Credit CNN Indonesia