Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu
menilai tidak masalah apabila TNI mengerahkan bantuan untuk mengamankan
gedung KPK. (CNN Indonesia)/Christie Stefanie )
Ryamizard mengungkapkan, minggu lalu dirinya telah mengumpulkan 40 atase pertahanan Indonesia dari 40 negara di dunia. Hal itu dilakukan untuk menegaskan kembali bahwa di Indonesia ada 40 orang yang mati karena narkoba setiap harinya. Jumlah tersebut jika dikalikan setahun, maka ada sekitar 18 ribu warga negara yang meninggal.
"Belum lagi yang rehabilitasi ada 4 juta orang lebih, belum lagi yang sedang menunggu mati karena sudah parah. Ini akibat pengedar. Dia harus dihukum mati, sudah wajar. Jadi harus tahu, harus jelas. Kamu harus bawa pesan ke negara kamu. Itu ada Brasil, Belanda, Australia, dan lain-lain," ujar Ryamizard di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (4/3).
"Mereka ini kan enggak kapok. Sudah di tahanan masih bisa mengatur peredaran. Apalagi dilepas. mungkin kalau mereka dilepas akan meningkat generasi bangsa kita mati," kata Ryamizard.
Ia menegaskan, "itu melebihi penjahat perang. Pantas dihukum mati."
Menjelang eksekusi terpidana mati gelombang II ini, Ryamizard mengaku tidak menambah persiapan keamanan tertentu di sekitar wilayah perairan Nusakambangan. Menurut dia, tidak akan ada perbedaan antara persiapan keamanan pada gelombang I dan II, meski sempat ada penundaan di gelombang kali ini.
"Dia (pemerintah negara-negara yang melakukan protes eksekusi mati) mencoba tarik ulur, kalau misalnya berhasil, ke depannya dikasih terus mereka. Enggak boleh," ujar dia.
Ryamizard berpandangan, penundaan eksekusi yang terjadi setelah ada lobi-lobi dari pemerintah negara-negara yang warga negaranya akan dieksekusi mati merupakan hal yang wajar.
"Kan kita juga kalau ke mana-mana ada lobi untuk meringankan. Australia juga sebetulnya kan rakyatnya tidak setuju dengan pernyataan PM (Tony Abbott). Tapi PM kan sebagai kepala negara masa dia enggak ada bantuan. Kira-kira begitu. Politik juga, ya," kata dia menyimpulkan.
Credit CNN Indonesia